Sahabat Pembaca

Sunday, May 1, 2011

VCD Bajakan Briptu Norman Kamaru


Latar Belakang
            Jika kita melihat kemunculan Briptu Norman Kamaru seorang tokoh Polisi Brimob yang tenar namanya seketika setelah kemunculannya di dunia maya dengan video lipsing Cayya cayya ditonton oleh ribuan orang dan akhirnya menjadi peliputan oleh para pencari berita baik cetak maupun elektronik.
            Pada awal-awal pemberitaan dirinya sempat Kepolisian Republik Indonesia yang diwakilkan oleh KabagHumas Polri ingin memberikan sanksi tegas kepada dirinya karena dianggap merusak citra Kepolisian Republik Indonesia, tapi lagi-lagi sifat terburu-burunya dan terlihat seakan reaksioner pimpinan pusat kepolisian langsung menvonis kalau Briptu Norman Kamaru telah mencoreng nama kesatuan.
            Setelah pernyataan Kabaghumas Polri tersebut lalu muncullah dukungan media terhadap dirinya karena dianggap menonjolkan sisi Humanis dari seorang aparat kepolisian yang selama ini dianggap hanya sebagai alat kekuasaan Negara tanpa ada sisi humanis dari person seorang Polisi.
            Pemberitaan yang terus-menerus terhadap dirinya seakan deras mengalir yang membuat seorang biasa prajurit Brimob Gorontalo ini berubah bak superstar dalam sekejap, sejurus dengan itu Briptu Norman dipanggil oleh Kapolri untuk Kejakarta dan menghadiri Undangan di Markas Besar Kepolisian dan stasiun Televisi yang ingin meliput dirinya secara Eksklusis.
            Tak pelak dirinya menjadi seseorang yang tak asing baik ditelinga maupun mata para masyarakat Indonesia hingga saat ini, dengan sering tampilnya beliau di sejumlah acara Televisi baik yang disiarkan secara langsung maupun tunda, lagu India yang berjudul chayya-chayya sendiri menjadi laku keras dimasyarakat baik yang dilipsingkan oleh briptu Norman Kamaru maupun oleh penyanyi aslinya.
            Bahkan ada Provider yang membuka link untuk berlangganan Ringbacktone lagu chayya-chayya itu sendiri, sebuah efek domino yang sangat besar akibat kemunculan video lipsing Briptu Norman ini.dengan pendapatan ekonomi yang terbilang tidak bisa dianggap kecil ataupun sedikit sebagai akibat dari proses kreatifitas manusia, berbeda dengan Paten dan Merk hak Cipta diberikan selama seorang Pencipta itu hidup dan jika pencipta itu telah meninggal maka diberikan perlindungan hak ciptanya hingga 50 tahun terhitung dari tanggal pencipta tersebut tutup usia.
Permasalahan
            Kemunculan Briptu Norman dengan video Lipsing Chayya-chyyanya yang menggemparkan ini banyak orang yang terlena dan terbuai oleh hingar bingarnya tanpa melihat dampak hukum yang melingkupinya, dalam salah satu pemberitaan disalah satu Televisi Swasta diperlihatkan para penjual Kepingan VCD lagu-lagu India dan pajangan lagu-lagu VCD bajakan lainnya disebelah cover VCD bajakan yang bergambar Briptu Norman Kamaru.
            Menjadi suatu pemandangan yang jamak, puluhan jejeran VCD bajakan yang dipajang dipinggir jalan secara terbuka oleh para pedagang kaki lima tanpa takut dirazia oleh aparat Kepolisian, inilah kenyataan – kenyataan yang terjadi dimasyarakat yang menjadi suatu hal yang biasa ketika pelanggaran hak cipta menjadi biasa.
            Coba kita bayangkan dari satu contoh lagu chayya-chayya yang dilipsingkan oleh Briptu Norman Kamaru lalu di muat dalam kepingan-kepingan VCD oleh para Pedagang diseluruh Indonesia dan dijual dengan harga RP 5000 per keeping. Betapa besar keuntungan yang mestinya diperoleh dari royalty lagu ini oleh Pencipta lagu chayya-chayya, belum lagi royalty yang mesti didapat ketika lagunya dibawakan didepan khalayak umum untuk menghibur dan dari lagu tersebut sang Briptu mendapatkan Income yang nilainya tidak sedikit.
Pembahasan
Masyarakat lebih memilih merek asing dengan harga murah tanpa memikirkan kualitas produk dan kerugian ekonomis jangka panjang sebgai konsekuensinya. Kelompok generasi muda merupakan korban terbesar dari konsumen yg tertipu. Walaupun mereka sadar, bahwa produk yang mereka beli bukan asli. Hal ini kemungkinan besar karena apresiasi masyarakat terhadap HKI masih rendah. Dengan banyaknya hasil karya yang dibajak dan besarnya kerugian yang telah diderita baik oleh pencipta, industri (pengusaha) maupun pemerintah, kita melihat ada sesuatu yang tidak berjalan dalam system perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual kita.
Sistem HKI merupakan kombinasi peran antara penemu/pencipta (inventor), pengusaha (industri) dan pelindung hukum. Tidak integralnya pemahaman yang ada di dalam masyarakat, menyebabkan tersendatnya sistem HKI dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya. Tidak bekerjanya sistem hukum (pengaturan) mengenai HKI adalah akibat kompleksnya permasalahan yang ada dalam masyarakat, yang antara lain disebabkan karena : Pertama, penegakan hukum - Sebagai salah satu penyebab maraknya pembajakan VCD adalah kurang tegasnya aparat hukum dalam menangani pelanggaran yang terjadi. Rendahnya hukuman yang diberikan kepada pelanggar Hak akan Kekayaan Intelektual menandakan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran juga merupakan faktor utama lemahnya penegakan hukum di bidang HKI.
Selama ini penegakan hukum atas pembajakan VCD yang terjadi hanyalah upon request dan Cuma sporadic saja. Hal ini menunjukkan tidak adanya goodwill pemerintah.Begitu maraknya penjualan VCD bajakan, bahkan terkadang dilakukan di depan hidung aparat, tentunya hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja. Penegakan hukum di bidang hak cipta harus dilakukan secara serius dan efektif. Pelanggaran HKI ini merupakan delik biasa, namun saat ini jelas ada sikap permisif atau bahkan imunity kalangan penegak hukum atas pelaku pelanggaran HKI. Sikap yang paling berkompeten di bidang penegakan hukum atas HKI di Indonesia sampai saat ini masih sering terjadi saling lempar tanggung jawab. Polisi misalnya sering dihadapkan pada kondisi dimana si pelaku pelanggaran HKI justru memiliki izin untuk menjalankan usaha menggandakan VCD. Namun karena order sangat kurang, mereka menggandakan juga VCD secara illegal.
Untuk itu polisi meminta Depperindag melakukan pengawasan terhadap izin usaha yang telah dikeluarkan, sementara Depperindag sendiri tidak bisa memenuhi permintaan polisi karena tidak mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan atau penyelidikan. Penyebab lainnya yaitu kadar pengetahuan dan jumlah aparat penegak hukum di bidang HKI masih belum memadai. Masih sedikit anggota Polri yang memiliki pengetahuan dan memahami tentang HKI dan dengan keterbatasan itu memungkinkan terjadinya “main mata” antara penegak hukum dan pelanggar HKI. Penegakan hukum di bidang HKI tidak dapat hanya tergantung pada satu pihak saja. Sebagai satu kesatuan kerja, seluruh instansi terkait turut bertanggung jawab dan memberikan dukungan yang optimal sehingga penegakan hukum di bidang HKI ini menjadi efektif.
Kedua, Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak akan Kekayaan Intelektual masih belum maksimal, dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan karena masyarakat sendiri sebenarnya belum banyak yang memahami bagaimana sistem HKI berjalan. Sebagai contoh misalnya dalam prosedur pendaftaran, prinsip pendaftaran suatu karya intelektual adalah first to file (siapa yang mengajukan pertama kali dialah mendapatkan perlindungan), masyarakat belum mengetahui benar mengenai hal ini.
Di samping itu juga bahwa hasil karya intelektual harus didaftarkan untuk kemudian diumumkan, sehingga orang lain akan mengetahuinya. Tidak jarang pemohon suatu karya intelektual ditolak karena karya tersebut tidak memiliki nilai orsinil, dan tidak jarang pencipta kehilangan haknya karena terlambat mendaftarkan hasil karyanya itu. Oleh karenanya masyarakat harus diberikan pemahaman sedemikian rupa agar menyadari hak dan kewajibannya. Pemahaman di sini termasuk didalamnya penegakan hukum dan perlindungan hukum yang menjadi satu kesatuan yang utuh. Pemberian pemahaman kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di bidang HKI, sehingga diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat, pemerintah serta industri dan diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan dan pelanggaran lainnya.
Ketiga, keadaan ekonomi - Terpuruknya situasi ekonomi yang buruk yang tengah dihadapi bangsa Indonesia saat ini, secara tidak langsung telah ikut mendorong terjadinya pelanggaran terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual. Lesunya kegiatan ekonomi menyebabkan berkurangnya lapangan pekerjaan serta meningkatkan pengangguran. Akibatnya, keadaan ini dijadikan alasan untuk menghalalkan kegiatan baik berupa pembajakan maupun pemasaran dari VCD itu.
Aparat penegak hukum sering kali dihadapi pada keadaan dimana tindakan pelaku pelanggaran Hak Cipta dilakukan semata-mata hanya untuk menghidupi keluarganya. Hal semacam ini membuat ragu bagi para aparat untuk melakukan tindakan yang tegas. Situasi ekonomi seperti ini juga menyebabkan timbulnya “dilema pasar”, dimana secara ekonomis, konsumen akan selalu mencari barang yang paling murah. Dilema pasar ini bila dihadapkan dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sedang lemah akan mendorong masyarakat untuk tidak menghiraukan lagi apakah barang yang dibeli itu asli atau bajakan.
Bagi mereka membeli VCD bajakan sudah menjadi hal yang biasa, dan mereka dapat melakukannya dengan bebas tanpa rasa takut, rasa bersalah ataupun rasa malu lagi. Dan ketika itulah sebagian orang ada yang berpikiran buruk dengan niat meraup keuntungan secara mudah lewat cara yang tidak jujur. Memang sejumlah Undang-undang di bidang HKI sudah dirampungkan. Misal UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten. UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Bahkan ketentuan bidang HKI pun diperkuat UU No. 30, 31, 32 Tahun 2000 masing-masing tentang Rahasia Dagang, Desain Industri, dan Sirkuit Terpadu.
Sangat disayangkan bila upaya serius pemerintah jadi kurang bermakna karena penegakan hukumnya tak dapat dipertanggungjawabkan. Kita sering mendengar polisi menggerebek pelaku kejahatan HKI, berapa banyak kasusnya yang ke Pengadilan? Seberapa berat hukuman yang dijatuhkan hakim baik pidana maupun perdata ? Peran Hakim dan lembaga peradilan tak kalah penting dalam menegakkan perundang-undangan HKI. Para pelaku dalam kejahatan HKI sebaiknya diproses optimal di persidangan, sehingga jera dan kasus tersebut bisa menjadi contoh baik bagi para calon penjahat yang merencanakan kejahatan HKI agar mereka berpikir matang tentang konsekuensi hukumannya sebelum bertindak.
Walaupun Indonesia telah memiliki Undang-undang yang melindungi Hak akan Kekayaan Intelektual dan turut menandatangani Perjanjian TRIPs, namun pelaksanaannya masih sangat jauh dari apa yang diharapkan. Sebagai contoh hal ini dapat dilihat dari begitu banyaknya peredaran VCD bajakan, yang merupakan salah satu dari karya intelektual manusia. Begitu maraknya pembajakan VCD di Indonesia mempunyai dampak negatif serta menimbulkan berbagai persoalan seperti citra buruk Indonesia di dunia internasional dan ancaman mendapat sanksi dari dunia internasional, menurunnya semangat berkreasi dari kalangan dunia seni, serta tidak kalah pentingnya merosotnya moral masyarakat yang disebabkan tidak adanya sensor dari VCD bajakan yang beredar.
Lemahnya upaya penegakan hukum di bidang HKI, kesadaran masyarakat yang masih sangat kurang dan keadaan ekonomi yang sulit yang tengah dihadapi bangsa ini, merupakan sebagian kendala yang dihadapi dalam upaya penegakan sistem HKI di Indonesia. Banyak kalangan menilai bahwa hukum yang berlaku di Indonesia belum mampu untuk meminimalisasi terjadinya tindakan-tindakan illegal dan melanggar hukum yang dilakukan oleh para kriminal, walaupun sebenarnya perangkat hukum yang dilakukan oleh para kriminal, walaupun sebenarnya perangkat hukum yang ada sudah memadai, tetapi ketegasan dan motivasi yang kuat dari pemerintah maupun aparat keamanan penegak hukum masih dinilai sangat minim untuk mencegah terjadinya kejahatan atas pelanggaran Hak Cipta, khususnya pembajakan VCD.



Kesimpulan
Dengan demikian, penulis menyarankan hakim-hakim yang menagani perkara-perkara HKI di Pengadilan Niaga sekarang ini, mempunyai keberanian untuk melakukan pembaruan hukum melalui putusan-putusannya.Guna mencegah atau meminimalisasi terjadinya tindakan pelanggaran hak cipta khususnya VCD, Pemerintah melalui aparat keamanan dan/atau penegak hukum harus bersama-sama dengan penuh ketegasan menjalankan ketentuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan perangkat hukum yang telah ada, menindak tegas pelaku-pelaku dengan hukuman yang berat, sehingga mereka tidak akan melakukannya lagi. Begitu pula dengan peraturan di bidang HKI perlu adanya upaya dari semua pihak baik dari aparat penegak hukum, kalangan industri, insan seni maupun masyarakat untuk bersama-sama menegakkan hukum secara Sungguh-sungguh. Situasi ekonomi yang terpuruk tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pembenaran terhadap tindakan pembajakan VCD.
Karenanya perlu diberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai penegakan dan perlindungan hukum di bidang HKI. Guna memerangi pembajakan VCD juga dapat dimulai dari masyarakat itu sendiri, salah satunya dengan cara memboikot produk bajakan. Karenanya disarankan kepada seluruh masyarakat untuk tidak membeli VCD bajakan dan memberikan informasi kepada aparat jika ada tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh segelintir orang, karena masyarakat juga mempunyai tanggung jawab moril terhadap pengamanan dan kelestarian kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dalam bidang seni.