Sahabat Pembaca

Monday, February 27, 2012

Polisi n Kode Etik Kepolisian


Pelanggaran Tak Bisa Ditoleransi, Lima Oknum Polisi Segera Dipecat

Latarbelakang
Selasa, 08 November 2011 16:04 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN - Lima oknum polisi jajaran Polresta Banjarmasin, Kalimantan Selatan, akan dipecat dengan tidak hormat karena melakukan pelanggaran yang tidak bisa ditoleransi lagi.
Kepala Kepolisian Resort Kota Banjarmasin, Kombes Pol Hilman Thayib,S.ik. di Banjarmasin, Selasa mengatakan Polresta Banjarmasin segera menggelar sidang kode etik untuk melakukan Pemecatan Tidak Dengan Hormat (PTDH) terhadap lima oknum anggota polisi.
Kelima oknum tersebut segera dilakukan PTDH karena telah melanggar aturan serta menimbulkan unsur pidana, seperti menimbulkan ancaman hukum di atas satu tahun sehingga sesuai kebijakan yang ada, mereka harus di PTDH.
Kelima oknum yang segera di PTDH itu diantaranya diduga kuat telah melakukan tindak pidana berat, diantaranya seperti terlibat penyalahgunaan narkotika, tidak turun dinas selama 30 hari berturut-turut, serta pelanggaran yang lainnya.
"Oknum tersebut kita lakukan PTDH karena sudah melakukan pelanggaran aturan hukum dan tingkah lakunya dinilai cacat dan memperburuk citra kepolisian dimata masyarakat yang selama ini dibangun sedemikian rupa," ucapnya kepada wartawan.
Lanjut Hilman, PTDH yang dilakukan itu sebagai gambaran kepada polisi lainnya agar tidak pernah main-main dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagai anggota Polisi Republik Indonesia khususnya dijajaran Polresta Banjarmasin.
"Kita tidak akan main-main terhadap oknum polisi "nakal" ada laporan yang masuk akan kita tindak lanjuti, apabila pelanggarannya berat maka langsung kita usulkan agar oknum tersebut di putus PTDH dalam sidang kode etik polisi," terangnya.
Saat ditanya sejumlah wartawan, inisial lima oknum polisi yang akan dipecat itu, Hilman tidak berkenan untuk menyebut inisial oknum tersebut yang jelas tunggu saja saat sidang kode etik yang akan digelar di Polresta Banjarmasin nantinya.
Apabila inisial itu disampaikan saat ini maka polisi yang bersangkutan akan merasa, dan ia akan menghindar dan tidak mau menghadiri sidang kode etik yang nantinya akan digelar untuk mereka berlima itu.
"saat ini saya tidak bisa menyampaikan inisial para oknum yang akan di PTDH itu karena itu urusan interen kedalam, tunggu saja saat sidang kode etik digelar dan tidak ada yang kita tutup-tutupi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Polresta Banjarmasin," ungkap pria berpangkat Kombes itu.
Redaktur: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: Antara

Rumusan Masalah
1.      Alasan pemecatan 5 oknum Polisi Resor Banjarmasin.
2.      Prosedur pemecatan Polisi
Pembahasan
Sebelum kita memahami Kode Etik Kepolisian sebagai Pokok pembahasan maka kita lebih dahulu mengetahui apa itu kode etik, maka dari kelompok kami ingin menjelaskan pengertian etika itu, etika adalah studi tentang nilai-nilai manusiawi; mencoba merangsang timbulnya perasaan moral; dan menemukan nilai-nilai hidup yang baik dan benar. Etika sebagai kode etik asas atau nilai moral bagi anggota profesi tertentu, lebih singkatya bisa kita lihat dibawah ini:
Kode Etik Profesi
1.      Adalah Code Of Conduct yaitu suatu pedoman yang wajib ditaati, oleh anggota profesi dalam menjalankan profesinya.
2.      Kode Etik Profesi bersifat Selfimposed (mengikat kedalam).
3.      Berisi asas-asas Moralitas dalam mendasari Profesi.
            Aparat Kepolisian dalam bekerjanya memiliki batasan-batasan kewenangan, dikarenakan hal ini terjadi agar Polisi dalam bertindak dan berperilaku tidak menyalahi aturan ataupun melakukan tindakan kesewenang-wenangan, Polisi dibekali oleh konstitusi untuk menjaga ketertiban masyarakat sehingga berhak melakukan tindakan apapun demi menjaga ketertiban masyarakat dengan batasan tertentu, menurut Cicero terdapat Istilah “ Power Tends To Corrupt, but Absolute Power Corrupt Absolutly” yang artinya Kekuasaan cenderung untuk disalahgunakan, tetapi kekuasaan yang absolut pasti disalahgunakan maka dari itu Kepolisian memiliki Kode Etik sendiri yang isinya nanti memberikan batasan gerak Polisi namun tetap menjaga wibawa Polisi, kita bisa lihat fungsi ini dari pembukaan Kode Etik seperti dibawah ini :

KODE ETIK PROFESI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PEMBUKAAN
Keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah masyarakat.
Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Etika profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi pada pengabdian, kelembagaan dan keNegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Etika pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Etika kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan segala martabat dan kehormatannya.
Etika keNegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral, sikap dan perilaku setiap anggota Polri.
Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku juga pada semua organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian di Indonesia.
Terlihat rumusan pembukaan Kode Etik Diatas pentingnya akan Etika Profesi dalam berkehendak atau bertindak seorang Aparatur Negara sepertinya Polisi, ini penting demi menjaga kewibawaan Polisi sebagai bagian dari Pemerintahan, karena ketika Aparat Kepolisian tidak memiliki arti Kewibawaan dimata rakyatnya yang timbul adalah Ketidak Patuhan rakyat terhadap Aparat dan berujung kepada Keonaran ataupun ketidak tertiban, dilain sisi juga menyebabkan jika Polisi tidak dibatasi aturan yang jelas dikhawatirkan dalam bekerja Polisi ini akan timbul penyalahgunaan kewenangan ataupun kekuasaan yang biasa disebut Abus de Droit  ataupun kesewenang-wenangan (Willekeur) dalam hukum Administrasi Negara.
            Kami langsung pada pokok pembahasan menyangkut artikel kami, sesuai dengan kasus yang telah kita pilih diatas;
v  Sebab Pemecatan 5 oknum Polisi Polres Banjarmasin :
Alasan yang menjadi penyebab pemecatan diatas adalah sebagai berikut, Seperti terlibat penyalahgunaan narkotika, tidak turun dinas selama 30 hari berturut-turut, serta pelanggaran yang lainnya.
Dari penggalan artikel diaatas ada dua point yang ingin kami jelaskan yakni apa itu penyalahgunaan Narkotik dan maksud tidak turun dinas selama 30 hari berturut-turut.
Narkotika : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantngan(UU no 22 tahun 1997), dalam hal ini Penyalahgunaan Narkotik adalah ketika Zat atau Obat ini yang mestinya digunakan untuk kegiatan Medis tapi disalahgunakan untuk kepentingan yang salah dan biasanya untuk dikonsumsi secara berlebihan karena efek samping dari Narkotik ini adalah Zat yang bisa menimbulkan efek kecanduan.
Disersi : Dalam istilah militer 30 hari berturut-turut tidak hadir disebut Desersi. Menurut pasal 87 KUHPM Disersi adalah tidak hadir dan tidak sah lebih dari 30 hari, pada waktu damai dan lebih dari 4 hari pada waktu perang.
Ciri utama dari tindak pidana disersi ini adalah ketidak hadiran tanpa ijin yang dilakukan oleh seorang militer pada suatu tempat dan waktu yang ditentukan baginya, dimana dia seharusnya berada untuk melaksanakan kewajiban dinas.
Dalam perumusan psl 87 KUHPM dapat disimpulkan bahwa terdapat 2 macam jenis tindak pidana disersi yaitu
1.      Tindak pidana disersi murni diatur dalam pasal 87 ayat (1) ke-1 KUHPM,
2.      Tindak pidana disersi sebagai peningkatan dari kejahatan ketidak hadiran tanpa ijin, diatur dalam pasal 87 ayat (1) ke-2 dan ke-3 KUHPM
Kenapa kami mengambil pengertian dari Peradilan Militer dimana menurut UU 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Polisi disamakan dengan PNS pada pasal 20, tapi kami menggunakan Metode Argumentum A Contrario dengan menyamakan dengan Militer karena dalam UU Kepolisian tepatnya pada pasal Pasal 29ayat (1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan peradilan umum.
Jika dalam Kode Etik Kepolisian Penjelasan Pasal 5 alinea kedua berisi “Tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam atau tidak mengenal hari libur, yang dimaksudkan disini adalah seorang anggota Polri yang sedang tidak bertugas tetap dianggap sebagai sosok Polisi yang selalu siap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, oleh karena itu kegiatan Polri yang harus diemban bagi setiap anggota Polri merupakan identitas kegiatan selama 24 jam secara terus menerus, sehingga merupakan perbuatan yang terhormat apabila kepadanya mengenyampingkan hak waktu istirahat atau hari libur untuk selalu mengutamakan panggilan tugas sebagaimana harapan masyarakat dan perintah dari atasan”.
Sehinga jika dalam jangka waktu 30 hari berturut-turut seperti yang terjadi pada artikel diatas, sudah sangat jelas dan gambalang jikalau oknum Polisi tersebut telah melanggar Kode Etik Kepolisian yang dalam istilah Militernya dikenal dengan Desersi seperti penjelasan yang telah disampaikan diatas.
Kesimpulan dan Prosedur Pemecatan
            Dari penjabaran diatas memperlihatkan bahwa 2 point kesalahan Anggota Kepolisian Resor Banjarmasin Kalimantan Selatan adalah dikarenakan Penyalahgunaan Narkoba dan Desersi. Seorang Anggota Kepolisian terikat akan aturan yang mengharuskan dirinya secata Pribadi dapat menjaga nama baik Korp Bhayangkara sesuai dengan Pasal 34 (1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya. (3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
            Karena jika hal ini tidak di Indahkan bagi Aparat Kepolisian maka dalam UU inipun mengaturnya seperti terlihat pada Pasal 35 (1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. (2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
Dan pada akhirnya pelanggaran itu sudah tidak bisa ditolerir lagi maka menurut Pasal 30 (1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak dengan hormat. Melalui mekanisme tertentu seperti melalui sidang Kode Etik yang nantinya menentukan tingkat Pelanggaran Oknum Polisi.

Saran
            Dalam Negara Walfare State Negara mengatur rakyatnya sampai mereka ditempat tidur, disini maka diperlukan seorang Aparatur Negara yang memiliki Macht (Wibawa) dimata rakyatnya, karena modal ini adalah syarat mutlak rakyat dapat menuruti dan tunduk terhadap mereka dan dalam menjaga Wibawa ini amatlah sulit dan hanya diri pribadi yang dapat  menjaganya, moga jangan sampai ibarat kata Pepatah “ Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga” moga kedepannya dapat kita dapatkan Pemerintahan beserta perangkatnya dengan Pribadi dan Etika layaknya Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Amiin..
Daftar Pustaka
1.      Republika.Co.Id.
2.      UU Republik Indonesia No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
3.      Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4.      BNN.Co.Id
5.      Materi Kuliah “Etika dan Profesi Pak Kuat”.

Wartawan n Kekerasan


v  Pendahuluan
Wartawan sebagai tonggak penting dari sebuah Pemberitaan dalam rangka hak publik mendapatkan informasi yang oleh undang-undang telah dijamin dalan pasal 28 F UUD 45 hasil amandemen yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia “.

Maka dengan ini hak masyarakat untuk mendapatkan sebuah pemberitaan telah menjadi suatu hak konstitusional yang dijamin olehnya,media berita baik elektronik maupun cetak adalah sebagai bagian dari wadah publik dalam mencari informasi tentang suatu berita,keberhasilan suatu Negara salah satunya adalah mencerdaskan anak bangsanya, dan ketika media informasi ini tidak dijamin oleh UU dikhawatirkan kedepannya seorang penguasa akan bertindak sewenang-wenang, karena media pula diharapkan juga dapat menjembatani antara Penguasa dan Rakyatnya dan media pula juga dapat berperan sebagai Partner Pemerintah ataupun Pengawas Publik bagi setiap Kebijakan yang dikeluarkan.

Indonesia yang telah mengalami masa-masa sulit bagi sebuah pemberitaan yang benar dan mengkritik terhadap Pemerintah dianggap  Kejahatan seperti yang tertera dalam KUHP pasal 207 dan 208 yang sering kita sebut pasal karet karena cakupan yang luas dan rancu dalam batasan dan penafsirannya,pasal inilah yang sering digunakan oleh Penguasa untuk menjerat para Oposisi atau siapapun yang ingin membenarkan akan kebijakan yang salah oleh penguasa semata-mata karena rasa Cinta Tanah Air dan Kepeduliannya terhadap Negara.
Seorang wartawan pada hakekatnya adalah wakil publik dalam mencari informasi, suatu penikmatan hak untuk tahu (right to know) yang dikenal, diakui, dan dijamin tidak saja sebagai hak konstitusional (constitutional rights) dalam UUD, namun pula sebagai hak asasi manusia (human rights) dalam berbagai deklarasi dan perjanjian internasional hak-hak asasi manusia. Adalah kewajiban negara menurut konstitusi dan hukum internasional untuk melindungi hak ini, perlindungan mana diwujudkan dengan upaya legislasi maupun delegislasi yang ditujukan bagi terpenuhinya hak ini. Dalam konteks hukum media, perlindungan tidak saja diberikan pada jurnalis agar memiliki akses seluas-luasnya untuk mencari informasi, namun pula perlindungan terhadap aktifitasnya dalam rangka mencari informasi itu. Tewasnya seorang wartawan dalam melaksanakan tugas mencari informasi oleh karenanya memiliki dimensi publik: terampasnya hak masyarakat untuk tahu.



Pasal 8 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers menyatakan bahwa dalam menjalankan tugasnya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Penjelasan pasal tersebut menyatakan bahwa perlindungan hukum dimaksud adalah jaminan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Namun demikian, pasal tersebut tidaklah fungsional, dan hanya berfungsi dekoratif belaka. Dikatakan demikian, karena bahkan UU Pers sekalipun tak memberikan perlindungan hukum yang adekwat kepada profesi wartawan.
Lebih spesifik jika dikaitkan dengan wartawan yang bertugas di area konflik maupun bencana, tidak ada satu  pasalpun dalam UU Pers yang mewajibkan perusahaan pers untuk memberikan peralatan standar keselamatan, asuransi, maupun skill bagi wartawan yang ditugaskan untuk melakukan liputan dalam area konflik/bencana. Kalaupun ada standar perlindungan wartawan seperti itu, maka ketentuan ini hanya tertuang dalam  Peraturan Dewan Pers No. 5/Peraturan-DP/IV/2008 yang sekalipun cukup apik dalam merinci hal-hal terkait perlindungan wartawan, namun tak lebih dari  dokumen etik yang tak memiliki kekuatan hukum mengikat yang dapat dipaksakan.
            Intermezo diatas Sebagai contoh awal menyangkut persoalan perlindungan pers dalam bekerja, jangankan pada kasus matinya wartawan dalam peliputan didaerah konflik, contoh kecil yang menjadi pembahasan kelompok kami adalah menyangkut kasus Pemukulan oleh oknum Tentara yang menjabat sebagai Dandim Karanganyar terhadap wartawan Triyono, wartawan Solo Pos (Liputan 6.com).
v  Rumusan Masalah
1.      Sejauh mana letak kebebasan Pers
2.      Sejauh mana UU melindungi Profesi Wartawan
3.      Jika dalam suatu pemberitaan terdapat pihak yang merasa dirugikan,bagaimana proses penyelesaiannya.
v  Pembahasan
UU 40 tahun 1999 tentang Pers memberikan dasar bergeraknya Insan Pers secara keseluruhan dalam hal melaksanaan tugasnya sebagai Pencari dan Penyampai Berita, menyangkut jalannya profesi ini diperlukan suatu perlindungan oleh Konstitusi terhadap Wartawan, maka Dewan Pers sebagai lembaga resmi pemerintah dan yang menaungi seluruh insan pers mengeluarkan peraturan yakni : PERATURAN DEWAN PERS Nomor: 5/Peraturan-DP/IV/2008 Tentang STANDAR PERLINDUNGAN PROFESI WARTAWAN, peraturan ini meRigitkan atau mengbreakdown menyangkut standar perlindungan seorang wartawan ketika bertugas, adapun isi dari peraturan ini adalah :  


KEMERDEKAAN menyatakan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dihilangkan dan harus dihormati. Rakyat Indonesia telah memilih dan berketetapan hati melindungi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat itu dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat dan bagian penting dari kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat.
Wartawan adalah pilar utama kemerdekaan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas profesinya wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Untuk itu Standar Perlindungan Profesi Wartawan ini dibuat:
Ø  Perlindungan yang diatur dalam standar ini adalah perlindungan hukum untuk wartawan yang menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya memenuhi hak masyarakat memperoleh informasi;
Ø  Dalam melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan memperoleh perlindungan hukum dari negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Tugas jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui media massa;
Ø  Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi dari tindak kekerasan, pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun;
Ø  Karya jurnalistik wartawan dilindungi dari segala bentuk penyensoran;
Ø  Wartawan yang ditugaskan khusus di wilayah berbahaya dan atau konflik wajib dilengkapi surat penugasan, peralatan keselamatan yang memenuhi syarat, asuransi, serta pengetahuan, keterampilan dari perusahaan pers yang berkaitan dengan kepentingan penugasannya;
Ø  Dalam penugasan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata, wartawan yang telah menunjukkan identitas sebagai wartawan dan tidak menggunakan identitas pihak yang bertikai, wajib diperlakukan sebagai pihak yang netral dan diberikan perlindungan hukum sehingga dilarang diintimidasi, disandera, disiksa, dianiaya, apalagi dibunuh;
Ø  Dalam perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers diwakili oleh penanggungjawabnya;
Ø  Dalam kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik, penanggungjawabnya hanya dapat ditanya mengenai berita yang telah dipublikasikan. Wartawan dapat menggunakan hak tolak untuk melindungi sumber informasi;




Ø  Pemilik atau manajemen perusahaan pers dilarang memaksa wartawan untuk membuat berita yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan atau hukum yang berlaku.
 Cat: (Standar ini disetujui dan ditandatangani oleh sejumlah organisasi pers, pimpinan perusahaan pers, tokoh pers, lembaga terkait, serta Dewan Pers di Jakarta, 25 April 2008. Sebelum disahkan, draft Standar Perlindungan Profesi Wartawan telah dibahas melalui serangkaian diskusi yang digelar Dewan Pers. Pembuatan Standar ini merupakan pelaksanaan fungsi Dewan Pers menurut Pasal 15 ayat (f) UU No.40/1999 tentang Pers yaitu ("memfasilitasi organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi wartawan").
Batasan Kebebasan Pers dalam UU 40 tahun 1999 juga memberikan aturan bahwa rumusan batasan kebebasan ini menurut pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
dengan rumusan ini memberikan gambaran umum bahwa kebebasan pers ini tidak diberikan secara mutlak terhadap insan pers karena sekali lagi menurut teori Lord Acton yakni Power Pretend to Corrupt, but Absolutly Power Corrupt Absolutly, maka dari itu dibuatnya kode etik yang mengatur mengenai pembatasan terhadap segala pemberitaannya.
Menyangkut pemberitaan oleh media pers dan ketika ada pihak yang merasa dirugikan oleh UU juga mengakomodir hal ini seperti pada pasal 1 angka 11-13 yakni rumusannya adalah :
11.  Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12.  Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13.  Kewajiban Koreksi adalah keharusan melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
Ini yang menjadi kontrol masyarakat terhadap segala pemberitaan yang dirasa merugika mereka.namun bagi para wartawan oleh UU tidak memberikan batasan limitative yang tegas terhadap bentuk pemberitaan yang dilarang oleh UU 40 tahun 1999, namun pada pasal 5 pada ayat 1 hanya memberikan batasan umum menyangkut batas pemberitaan oleh media pers yakni seperti :
Pasal 5
a.       Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.


Dengan batasan norma ini hanya memberikan batasan yang didasari hanya pada bentuk perasaan hati seseorang atau sebagian besar orang menyangkut layak atau tidak layaknya suatu pemberitaan sehingga hanya bersifat sejauh mana pemberitaan itu layak atau tidak dan biasanya kasus-kasus sering terjadi pada pemberitaan-pemberitaan Infotainment atau biasa disebut tayangan informasi yang memberikan secara utuh kehidupan pribadi seseorang yang di Idolakan atau terkenal dimasyarakat yang kadang memberitakan hal-hal yang tidak benar (gossip).
v  Pokok pembahasan Artikel kasus Griya Lawu Asri
Liputan6.com, Karanganyar: Setelah kasus pemukulan terhadap wartawan yang dilakukan olehnya muncul ke permukaan, Letnan Kolonel (inf) Lilik Sutikna akhirnya harus rela menanggalkan jabatan sebagai pemegang komando tertinggi di Kodim 0727 Karanganyar, Jawa Tengah. Akibat tindakan pemukulan yang dilakukannya terhadap Triyono, wartawan Solo Pos, dirinya diberhentikan dari jabatannya sebagai komandan.

Pencopotan Lilik Sutikna disampaikan langsung Komandan Resor Militer 074/Warastratama Kolonel (inf) Abdul Rahman kepada wartawan, Rabu (8/9) petang. Dia menjelaskan bahwa pencopotan tersebut berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan Panglima Daerah Militer IV Diponegoro yang memerintahkan pemberhentian Lilik dari posnya.

Surat perintah tersebut adalah respons dari kodam terhadap hasil pemeriksaan sementara yang telah dilakukan pihaknya, di mana seperti diakui oleh Lilik pemukulan ini memang terjadi. Pencopotan Lilik Sutikna dari jabatan dandim juga dimaksudkan untuk mempermudah proses hukum yang harus dijalani di Polisi Militer TNI Angkatan Darat. Selanjutnya, kepala staf kodim atau kasdim akan ditunjuk untuk mengisi kekosongan kepemimpin di Kodim 0727/Karanganyar.






Kasus penganiayaan terhadap Triyono bermula dari pemberitaan terkait persidangan kasus korupsi proyek perumahan Griya Lawu Asri atau GLA yang merugikan negara hingga Rp 21,8 miliar. Dalam kasus yang melibatkan suami Bupati Karanganyar sebagai tersangka itu, disebutkan aliran dana korupsi proyek GLA juga diterima sejumlah partai politik dan institusi di wilayah tersebut, termasuk di antaranya Kodim Karanganyar [baca: Puluhan Jurnalis Protes Pemukulan Wartawan Solo Pos].

Data ini ditulis Triyono berdasarkan keterangan seorang saksi di Pengadilan Negeri Karanganyar. Namun karena mendapat informasi bahwa data tersebut tidak muncul di persidangan, dandim pun memanggil Triyono dan terjadilah pemukulan itu hingga korban mengalami memar dan pendarahan pada mata kirinya.(CHR/ANS)

v  Pandangan Umum
Berawal dari pemberitaan yang diliput saudara Triyono seorang wartawan Solo Pos yang materi pemberitaannya menyangkut kasus korupsi proyek perumahan Griya Lawu Asri telah merugikan Negara hingga Rp 21,8 Miliar, dan kasus ini melibatkan suami Bupati Karanganyar yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, pada artikel tersebut Triyono menuliskan sejumlah aliran dana yang mengalir ditengarai kepada beberapa Parpol dan Institusi di wilayah tersebut, termasuk di antaranya Kodim Karanganyar.
Dan Dandim Karanganyar merasa keberatan dengan hasil tulisan Triyono yang dimuat di harian Solo Pos, lalu dandim memanggil Triyono kekantornya, disanalah kejadian pemukulan itu terjadi,Triyono mendapat pukulan dimata sebelah kirinya, dan ketika beliau keluar dari kantor dan teman-temanya mendapati rekannya itu mendapat luka memar di mata yang didapati setelah Triyono menemui oknum kepala dandim ini, kontan rekan se-profesinya menyarankan untuk melakukan visum di rumah sakit dan melaporkannya ke kantor Polisi.
Dengan adanya kejadian ini sebagai contoh kecil dari lemahnya posisi wrtawan disini, namun dengan tindakan yang dilakukan Panglima Daerah IV Diphonegoro yang mencabut Jabatan Oknum Dandim yang melakukan pemukulan adalah tindakan yang patut di apresiasi sebagai bentuk tanggung jawab si Pelaku, karena kejadian ini harus bisa segera diberikan sanksi baik sanksi administrasi (Pencopotan Jabatan) maupun Pidana (Penjara) karena jika tidak diberikan hukuman bagi oknum ini, dapat menjadi preseden buruk bagi kasus-kasus yang mungkin akan terjadi dikemudian hari terutama pada kasus yang diberitakan menyangkut dari tugas pers dimasyarakat sebagai sarana Kontrol Sosial dimasyarakat, jika tidak adanya kebebasan Pers maka proses pengawasan masyarakat terhadap segala bentuk penyimpangan yang terjadi dalam pemerintahan tidak akan ditindaklanjuti atau bahkan penyelewengan-penyelewengan seperti ini akan terus terjadi dan kerugian Negara semakin besar dan berujung pada kegagalan Negara dalam membangun Demokrasi yang sehat dan mensejahterakan rakyatnya.

Dalam era Demokrasi siapa saja dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah, karena Demokrasi identik dengan keterbukaan informasi terutama terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah baik yang dalam masa perumusan, pelaksanaan maupun pertanggung jawaban. Karena rakyat berhak tahu itu semua setelah kepercayaan publik terhadap pemerintah dengan jalan Pembayaran Pajak, jadi secara tidak langsung rakyat menginvestasikan uang mereka kepada pemerintah demi kesejahteraan mereka, dengan posisi rakyat seperti inilah maka media pers bertugas memberitakan setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terutama terhadap kasus-kasus penyimpangan seperti pada kasus GLA (Griya Lawu Asri) yang telah merugikan Negara 21,8 miliar rupiah yang notabene adalah uang rakyat melalui Pajak.
Pers yang dalam pengertiannya adalah sebagai Lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia  (pasal 1 angka 1 UU 40 tahun 1999 tantang pers).
Dan dengan pengertian pers ini mempunyai fungsi sebagai :
    1. Media Informasi
    2. Media Pendidikan
    3. Media Hiburan
    4. Kontrol Sosial (Kontrol Masyaraka)
Dari fungsi pertama sebagai Media Informasi secara harfiah telah menegaskan bahwa fungsi pers itu sendiri sebagai sarana untuk memberikan informasi bagi kepentingan publik, lalu fungsi keduanya adalah sarana pendidikan bagi masyarakat karena salah satu ciri pers yang sehat adalah dalam materinya memberikan dampak positif bagi yang membacanya karena disitu termuat materi pembelajaran bagi yang membacanya, fungsi ketiga sebagai sarana hiburan masyarakat juga memberikan rasa nyaman atau meringankan ketegangan bagi yang membaca tulisan dari seorang wartawan atau menonton dari sebuah tayangan karena isi dari materinya yang ringan dan menghibur, yang sarana terakhir adalah sebagai fungsi kontrol social terhadap pemerintah sehingga rakyat memahami dan mengerti apa yang sedang dikerjakan oeh pemerintah sehingga bentuk penyelewengan dapat sedikit dihindari karena disini segala sesuatu tentang kebijakan yang sedang atau yang telah dikerjakan pemerintah menjadi lebih terukur dan jelas pertanggungjawabannya.



Dari keempat fungsi ini menunjukkan betapa pentingnya peran dan fungsi Media Pers bagi kehidupan di era Demokrasi, dimana kebijakan pemerintah tidak bisa semaunya lagi begitu pula dengan pertanggungjawabannya yang langsung terhadap public karena dana yang digunakan sejatinya adalah milik publik.
v  Kesimpulan
Menyoal permasalahan yang terjadi pada kasus Griya Lawu Asri (GLA) ini semestinya jika oknum Dandim yang merasa dirugikan nama baiknya, terlebih dahulu menggunakan Hak Jawab yang diberikan oleh konstitusi yakni UU 40 tahun 1999 pasal 1 angka 11 dan pasal 5 ayat 2 menyangkut hak jawab bagi siapa saja yang merasa dirugikan oleh pemberitaan yang dilakukan pers karena dalam pasal 5 ayat 2nya UU ini mewajibkan bagi pers untuk melayani hak jawab ini.
Begitu juga bagi siapa saja yang merasa dirugikan nama seseorang atau perusahaan atau siapa saja yang itu bukan dirinya namun dapat merusak atau merugikan dirinya dapat pula mengajukan Hak Koreksi terhadap pemberitaan yang dilakukan media pers seperti halnya hak jawab tadi.
Dengan diperkarakannya oknum Dandim ini ke Pengadilan Militer adalah langkah baik yang memang harus dilakukan oleh Panglima Daerah Militer IV Diponegoro, karena ini menunjukkan adalah perkembangan didalam tubuh Militer Indonesia yang lebih Civilize disbanding sebelum masa reformasi dimana pelanggaran HAM adalah perbuatan yang jamak dilakukan oleh kalangan Militer pada saat itu dikuasai oleh rezim “setengah” disetiap Pimpinan Jajaran Militer.
Bagi setiap Negara yang beradab Reformasi adalah sesuatu hal yang mutlak yang mestinya harus dilakukan, dimana penindasan, pemaksaan dan segala bentuk pelanggaran HAM sudah tidak bisa ditolerir lagi bagi sebuah Negara beradab.sebuah Bangsa yang Besar adalah bangsa yang menghargai Hak Dasar Warga Negaranya.
Kebebasan pers yang sehat adalah salah satu bagian penting bagi terwujudnya Negara yang beradab, dengan dasar rasa saling membangun Negara menjadi lebih baik lagi dikemudian hari, moga dengan terjadi kasus pemukulan terhadap wartawan ini adalah kejadian terakhir terhadap praktek-praktek yang berusaha mengbungkam suatu kebebasan warga Negara untuk mendapatkan informasi sesuai dengan pasal 28 ayat f yang telah diamanatkan UU, dan bagi pelaku dapat dikenakan pasal berlapis seperti pasal penganiayaan dan pasal 18 UU 40 tahun 1999 menyangkut ketentuan pidana, karena dianggap oknum Dandim ini dengan sengaja menghambat atau menghalangi kebebasan pers dapat dikenai hukuman penjara minimal 2 tahun dan denda maksimal sebesar Rp 500.000.000