Sahabat Pembaca

Thursday, December 27, 2012

Just writing



          Konstelasi Politik di  tahun 2013, jump start atau great start di tahun depan menjadi isu Panas, dengan kasus-kasus korupsi menjadi Top Line pemberitaan media baik cetak maupun elektronik di 2 tahun terakhir, yang “jare” Ketua Fraksi Parpol Democrat terjadi ketidak-Adil-an dalam hal pengusutan kasus tindak pidana korupsi, eeeeeeittts sebelum ngelanjut boleh ketawa bentar ya (hahahahahahahahahahahaha)… (ngerewind) dagelan epic nan menghibur di abad fatamorghana saat ini, sangat lucu, ada ketua fraksi cemburu merasa partainya terlalu diperhatikan keburukannya sedangkan kasus partai lain tidak diperhatikan…katanya pemeran Makmur dalam Sitkom “awas ada Sule” pasti dia bilang dengan ekspresi lucunya “uwwooow”. (hehehe garing ya…?lupakan…lupakan :p ).
            Logika kalau partainya bersih buat apa takut sampai bilang ingin dibubarkan saja KPK, kayak anak kecil saja sampai segitunya…mungkin bisa benar juga kalau merasa “terlalu” diperhatikan Aib partainya sedangkan partai lain yang punya masalah “Penjualan Saham Telkomsel yang gak bisa buy back, Masalah dana bailout Century, dan terakhir hambalang adem ayem toto tentrem titi rahardjo…tretektek, padahal ada sederet kasus Korupsi yang hingga kini belum terselesaikan, semisal kasus korupsi orde baru menyangkut dana moneter yang jatuh ke pengusaha-pengusaha dan melarikan diri membawa uang tersebut seperti samsul nur calim, Sinikipasan dll, bahkan kasus Anggodok dan Anggor merah pun ilang, (hwuaaa ada banyak agennya Adam Smith disini jadi banyak yang gak keliatan).
            Dah ah jadi ngalor-ngidul…kembali ke 2013 dimana konstilasi politik pusat yang sedang memanas tak jarang black campaigne jamak terjadi, mulai dari di adu domba dan pembunuhan karakter bla bla bla, tapi eh cuy mau tahu gak, tahun depan pasti banyak calon Presiden dan Wakilnya mencari wadah untuk mengekspresikan diri mereka, mempresentasikan Visi Misi mereka, dan pada masa kekinian cenderung kampus menjadi ajang untuk menunjukkan intelegensia seorang calon pemimpin,
            Semestinya situasi ini yang bisa diambil celahnya bagi mereka yang melihat kesempatan ini, mereka dengar yang namanya kata “Pemuda” sudah tidak takut lagi di demo, malah mereka akan bangga di bilang Pemuda atau setidaknya dekat dengan pemuda, karena Pemuda cenderung adalah pembaharu, berfikiran segar cerdas dan penuh dengan Idealism, ibaratnya Pemuda adalah orang-orang yang bisa diandalkan bagi kemajuan bangsa…sekarang banyak Politisi mencitrakan bahwasanya diri adalah seorang Pemuda yang penuh semangat idealism, hal ini dikarenakan kata “orang tuaa’ dalam ranah politik mengalami perubahan makna (Denotatif) jauh dari sopan santun, kebajikan dan penuh dengan kharakter keteladanan, sekarang seorang tua dalam konstelasi politik kekinian bermakna lambat, terlalu banyak perhitungan, dan cenderung stagnan.
            Yang menjadi aneh ya, sejak dahulu belum ada capres dan cawapres mendeklarasikan keikutsertaannya dalam pemilu di Purwokerto, padahal dalam sejarah Revolusi perjuangan kemerdekaan bangsa, kota ini yang menyelamatkan muka bangsa dari penghinaan Negara Belanda sewaktu Agresi Militer I dan II, dari kota ini dunia mengenal Indonesia adalah sebuah Negara bukan bagian dari wilayah Protektorat Belanda, meskipun tidak mengecilkan peran kota-kota lain di Tanah Air. Dengan alasan ini semestinya tahun depan bisa diadakan dialog nasional yang diselenggarakan di kota Purwokerto. Berandai saja suatu saat kembali ke masa jayanya…heeem…

Monday, December 24, 2012

Artikel Hukum Internasional



STATUS SELAT HORMUZ MENURUT KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT ( United Nation Convention on The Law of Sea / UNCLOS 1982)

 (Studi Terhadap Kasus Ancaman Penguasaan Selat Hormuz oleh Iran)

ARTIKEL
Diajukan sebagai prasyarat untuk menyusun Skripsi
pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman



Oleh :
Arizma Bayu Suwito
E1E008041


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012




KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM

Jl. Prof. Dr. HR. Boenyamin 708 Telp. (0281) 638339, 621076 Purwokerto 53122
 
                                                              ARTIKEL ILMIAH

1. JUDUL Penelitian         :   STATUS SELAT HORMUZ MENURUT KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT (United Nation Convention on The Law of Sea / UNCLOS 1982)

2. Pelaksana Penelitian      :

a.       Nama                                            :  Arizma Bayu Suwito
b.      NIM                                             :  EIE008041
c.       Angkatan                                     :  2008
d.      Jumlah SKS yang telah diambil   :  144
e.       Pembimbing Akademik               :  Saryono Hanadi, S.H., M.H.
f.       Pembimbing Skripsi I                   :  Dr. Ade Maman Suherman, S.H., M.Sc.
g.      Pembimbing Skripsi II                 :  Aryuni Yuliatiningsih, S.H., M.H.
h.      Program Studi                              :  ILMU HUKUM
i.        Ruang lingkup Bagian                 :  Hukum Internasional








A.    Latar Belakang Masalah

Didalam Hubungan Internasional ada kalanya terjadi sengketa antar negara. Diantaranya adalah Sengketa antar Negara yang memperebutkan wilayah kedaulatan sering sekali terjadi di dunia, karena adanya perbedaan kepentingan antar negara[1]. Wilayah kedaulatan suatu Negara pada umumnya terdiri atas wilayah daratan, ruang udara di atasnya, dan laut serta tanah di bawahnya. Mengenai wilayah laut telah diatur dalam Konvensi Hukum Laut 1982 (United Nations Convention on the Law of the Sea / UNCLOS 1982)[2]. Wilayah Laut antara lain terdiri atas Laut Teritorial, Zona Tambahan dan Selat yang digunakan untuk Pelayaran Internasional.
Konvensi Hukum Laut ketiga mengeluarkan ketentuan baru mengenai pengakuan masyarakat internasional tentang pengaturan khusus bagi selat yang digunakan untuk pelayaran internasional yang semula banyak dianut oleh negara-negara maju yaitu 3 mil laut menjadi 12 mil laut. Menurut Pasal 37 dari bab III Konvensi Hukum Laut 1982 yang dapat dianggap sebagai selat untuk pelayaran internasional adalah perairan yang menghubungkan satu bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dengan bagian lain dari laut lepas sedangkan  Pasal 38 menetapkan untuk selat-selat yang memenuhi ketentuan demikian akan berlaku rezim pelayaran yang disebut lintas transit. Selat yang berada pada laut teritorial dalam Konvensi Hukum Laut Internasional selanjutnya disebut KHL dimiliki atau berada dalam yurisdiksi negara pantai dimana selat itu berada, namun luas atau lebar selat yang tidak lebih dari 12 mil laut, berdampak pula pada pembagian wilayah bagi setiap negara yang berbatasan langsung dengan selat tersebut, jadi yurisdiksi mutlak suatu negara yang berbatasan langsung dengan selat tidak dapat diterapkan.
Selat Hormuz secara geografis berada di wilayah 3 Negara teluk, yakni antara Iran, Oman dan Uni Emirat Arab yang terletak pada garis 26° 58' LU dan 56° BT, dan ke arah Barat Laut antara 26° 58’ LU 56° BT, hanya memiliki jarak antara garis pantai terluarnya dengan 3 negara tadi kurang dari 12 mil, praktis dalam menentukan laut teritorialnya harus berbagi dengan Negara tetangganya, dan selat Hormuz menjadi jalur pelayaran internasional yang memiliki peran penting bagi perekonomian dunia dikarenakan 35 % minyak dunia melintasi selat ini.
Pada tahun 2012 Pemerintahan Presiden Mahmud Ahmadinejad mengancam menutup Selat Hormuz jika sanksi Barat diberlakukan[3]. Pernyataan ini dianggap sangat penting bagi dunia dikarenakan celah sempit yang berada di selat adalah urat nadi ekonomi dunia, sepertiga pasokan minyak dunia melewati celah ini, dan ketika selat Hormuz ditutup oleh negara para mullah, yang mendapat dampaknya adalah seluruh dunia.
Berkaitan dengan permasalahan tersebut maka penulis ingin melakukan penelitian yang menitik beratkan pada aspek normatif dengan judul STATUS SELAT HORMUZ MENURUT KONVENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA TENTANG HUKUM LAUT (United Nations Convention on the Law of the Sea / UNCLOS 1982)”. Dengan melakukan Studi terhadap kasus ancaman Penguasaan Selat Hormuz oleh Iran.
B.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah :
1.      Bagaimanakah ketentuan hukum dari ancaman penutupan selat internasional atas Negara Selat menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).?
2.      Bagaimanakah Hak Negara-Negara yang berbatasan langsung dengan Selat Hormuz jika Iran melakukan blokade selat.?
C.    Tujuan Penelitian
1)      Mengetahui Status kedaulatan atas selat Hormuz menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982.
2)      Mengetahui hak Negara-Negara yang berbatasan langsung dengan Selat Hormuz jika Iran melakukan blokade selat.
D.    Kegunaan Penelitian
1)             Kegunaan Penelitian Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perkembangan Hukum Internasional khususnya mengenai hukum laut.
2)             Kegunaan Penelitian secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pembaca, menambah kepustakaan serta menjadi acuan bagi penelitian yang sejenis.
E.     Metode Penelitian
1.      Metode Pendekatan                       : Yuridis Normatif
2.      Spesifikasi Penelitian                      : Deskriptif
3.      Sumber Data                                   : Data Sekunder (bahan hukum        
  Primer dan bahan hukum sekunder)
4.      Metode Pengumpulan Data            : Studi Kepustakaan atau Studi
  Dokumen.
5.      Teknik Penyajian                            : Teks Naratif.
6.      Analisis Data                                  : Kualitatif.

F.     Hasil dan Pembahasan
a.      Ketentuan hukum dari ancaman penutupan selat internasional atas Negara Selat menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982).
Sistem hukum adalah salah satu tatanan kehidupan yang diterapkan dalam masyarakat, jika sistem hukum tersebut dijalankan di suatu lingkup negara, maka disebut sebagai sistem hukum nasional. Sebaliknya jika sistem itu berlaku di antara negara-negara, maka ia disebut sebagai sistem hukum internasional.[4]
Konferensi Hukum Laut PBB I tahun 1958 (UNCLOS I) adalah produk perkembangan Hukum Internasional Neo-Klasik. Pada tahun 1960 diselenggarakan konferensi Hukum Laut PBB II (UNCLOS II). Dalam UNCLOS I dan II belum ada kesepakatan penting tentang lebar laut teritorial maupun zona perikanan sehingga praktek dari negara- negara pantai pada saat itu masih menggunakan peraturan masing- masing. Ketidakpastian tentang legalitas hukum laut di tahun 1960 dipengaruhi oleh keadaan politik dunia pada waktu itu yang mengakibatkan beberapa Konferensi Jenewa yang mengatur laut tidak lagi sesuai dengan perkembangan keadaan.
Pada tahun 1973 dimulailah Konferensi Hukum Laut III dan ditutup pada 10 Desember 1982 dan menghasilkan beberapa aturan yang sangat substansial dalam bidang Hukum Internasional terutama Hukum Laut diantaranya adalah tentang lebar maksimum laut teritorial sejauh 12 mil laut, Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)[5].
Konvensi Hukum Laut mengatur zona-zona yang berlaku di laut antara lain :Wilayah Laut Teritorial konsep laut teritorial terdapat dalam Pasal 1 :
1)                  Kelautan suatu negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan, dalam hal suatu negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut territorial
2)                  Kedaulatan ini meliputi ruang udara diatas laut territorial serta dasar laut dan tanah dibawahnya.
3)                  Kedaulatan atas laut territorial dilaksanakan dengan tunduk pada ketentuan konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainya.[6]
Pasal 3 KHL mengatur bahwaSetiap negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hinggal batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan konvensi ini”.
Mengenai garis pangkal terdapat garis pangkal normal dan garis pangkal lurus, yang merupakan lebar teritorial dan rezim-rezim maritim yang lainya seperti zona tambahan, landasan kontinen, zona ekonomi eksklusif. Garis pangkal normal ditentukan oleh pasal 5 KHL yang berisi: garis pangkal normal untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana telihat pada peta skala besar yang resmi diakui oleh negara pantai tersebut.
Sedangkan garis pangkal lurus diatur oleh Pasal 7 KHL yang menyatakan bahwa penarikan garis lurus pangkal lurus harus pada lokasi pantai yang menjorok jauh kedalam atau terdapat suatu deretan pulau panjang didekatnya yang menghubungkan titik-titik yang tepat. Sehingga terbentang garis lurus. Penarikan garis lurus ini tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali terdapat mercusuar atau instalasi serupa yang permanen. Dalam cara penarikan garis pangkal lurus ini dapat dilakukan berdasarkan kepentingan ekonomi yang dibuktikan dengan praktik negara yang telah berlangsung lama. Penarikan garis pangkal pantai pangkal lurus dibatasi dengan tidak boleh memotong laut teritorial negara lain.
Mengenai penetapan garis pangkal laut yang berbatasan antara negara-negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan dijelaskan dalam KHL Pasal 15 yang berbunyi: “dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun diantaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaiknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pantai pangkal dari mana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur. Tetapi ketentuan diatas tidak berlaku, apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan diatas”.[7]
Sedangkan pengaturan selat dalam KHL diberikan rumusan pengertian Selat yakni, diatur pada Pasal 2 KHL yakni “selat yang digunakan untuk pelayaran internasional Penetapan Lebar Laut Teritorial maksimal 12 millaut membawa akibat bahwa perairan dalam selat yang semula merupakan bagian dari Laut Lepas berubah menjadi bagian dari laut teritorial negara-negara selat yang mengelilinginya”. Berarti dalam hal ini selat adalah bagian dari konsepsi laut teritorial, namun yang membedakannya adalah adanya konsepsi Lintas transit dan Lintas damai dalam selat.
Pada bula Juli 2012, Iran mengancam akan menutup selat Hormuz. Mengenai ancaman penutupan selat internasional oleh suatu negara pernah dilakukan oleh beberapa negara di dunia, dimana wilayah negaranya berbatasan dengan selat seperti yang terjadi pada tahun 1950, misalnya, Amerika Serikat memberlakukan blokade lewat angkatan lautnya di Selat Taiwan.[8] Pada tahun 1956 dan 1967, Mesir membentuk blokade selat terhadap kapal Israel di Selat Tiran yang menciptakan hukum kontroversial.[9]Pada tahun 1993, berdasarkan jumlah suara terbanyak, Resolusi Dewan Keamanan PBB dan Eropa Barat bergabung untuk memaksa diadakannya blokade terhadap laut Adriatik yang juga termasuk selat Otranto.[10] Negara lain telah memperkenalkan sebuah peraturan yang membolehkan negaranya untuk menutup selat sementara waktu, seperti yang telah dilakukan oleh Negara Turki pada tahun 1994. Aturan menyangkut pembatasan tersebut telah disetujui oleh Organisasi Maritim Internasional (International Maritime Organization / IMO) dengan catatan bahwa, penutupan Selat itu tidak dimaksudkan untuk merugikan hak-hak setiap kapal untuk menggunakan selat internasional di bawah hukum internasional.[11] Pada tahun 1997, Pemerintah Italia mendeklarasikan secara De Facto melalui pasukan angkatan lautnya untuk memblokade selat Otranto, selama pemberontakan bangsa Albania.
Beberapa bulan terakhir sejak bulan Juli 2012, Iran dan Amerika Serikat saling melempar argument atas inspeksi nuklir dan sanksi baru yang dijatuhkan oleh barat terhadap Iran. Sehingga Iran mengancam akan menutup selat Hormuz.[12] Kawasan Timur Tengah adalah pemasok 70 persen kebutuhan energi dunia, dengan sekitar 35 persen ekspor yang melalui laut, dikirim melintasi celah sempit di Teluk Persia, yang memisahkan Oman dan Iran[13]. Blokade Selat Hormuz akan berakibat fatal bagi ekonomi dunia.
Menurut KHL, semua kapal menikmati hak lintas transit yang terus-menerus melalui selat yang digunakan untuk pelayaran internasional.[14] Kapal yang lewat harus melanjutkan "tanpa penundaan melalui atau di atas selat," dan menahan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, atau kemerdekaan politik negara yang berbatasan dengan selat.[15] Negara pantai yang berbatasan dengan selat harus menjauhkan diri dari menghambat transit dan diwajibkan untuk mengungkapkan informasi tentang kemungkinan ancaman navigasi diselat.[16]
Selain itu, negara pantai dapat mengadopsi undang-undang dan peraturan berkaitan dengan transit yang harus dipatuhi kapal-kapal asing, selama batasan-batasan tersebut tidak diskriminatif dan tidak merugikan hak lintas transit.[17] Secara keseluruhan, perjalanan transit melalui selat tidak bisa ditunda.[18]
Iran setelah menandatangani Konvensi tentang Hukum Laut tahun 1982, kemudian mengajukan deklarasi interpretatif, yang menjelaskan pemahaman hukum dari ketentuan tertentu mengenai selat. Dua bagian dari deklarasi tersebut relevan dengan kasus saat ini yaitu:
Pertama, dari perspektif Iran, hak lintas transit melalui selat internasional hanya berupa hak quid pro quo[19]. Hanya negara yang telah menandatangani KHL berhak untuk mendapatkan keuntungan dari hak kontraktual tersebut. kedua, Iran memandang bahwa hak negara pantai untuk mengadopsi undang-undang dan peraturan untuk
menjaga kepentingan keamanan juga dapat mencakup persyaratan mengenai kewenangan terhadap kapal perang[20].
Motivasi di balik deklarasi ganti rugi Iran didasarkan pada pemahaman tentang Konvensi sebagai satu paket, dimana hak-hak kebebasan navigasi universal yang seimbang dalam KHL dengan akses istimewa dari negara-negara pantai terhadap sumber daya laut.[21]
Menurut pandangan Amerika Serikat menolak setiap pembatasan terhadap hak-hak navigasi maritim[22]. Ahli hukum AS Michael Reisman pada tahun 1980 mengemukakan pendapat, bahwa dalam persepsi Amerika Serikat, selat adalah jalur air internasional, yang tidak dapat dihambat atau ditangguhkan[23].
Kapal-kapal AS secara teratur transit di Selat Hormuz di bawah pengawasan kapal patroli Iran dan kontrol udaranya.[24]Baru pada tanggal 14 Februari 2012, USS Abraham Lincoln melewati Selat tanpa insiden apapun.[25] Praktis seperti masalah lain, bahkan jika satu negara setuju dengan perluasan wilayah perairan Iran, Selat Hormuz juga menjadi bagian laut teritorial Oman.[26] Oman mendapat tugas alur laut dan skema pemisah lalu lintas untuk keluar masuk lalu lintas maritim dengan PBB pada tahun 1996.[27]
Dalam kerangka hukum internasional KHL, negara pantai pada umumnya dapat menghambat kapal memasuki perairan teritorialnya jika perjalanan mereka merugikan "kedamaian, ketertiban atau keamanan," karena mereka tidak lagi dianggap sebagai Lintas Damai.[28] Meskipun aturan lex specialis dari hukum internasional yang mengatur tentang selat, KHL menetapkan lintas damai dan lintas transit tidak dapat di tangguhkan.[29]Memang, tidak ada negara memiliki kewajiban hukum untuk menerima pembatasan sepihak yang diberlakukan oleh negara-negara lain, tetapi selat internasional secara tegas dilindungi dari pembatasan tersebut.
Pada kasus-kasus sebelumnya belum pernah ada penutupan selat internasional disebabkan oleh sanksi yang dijatuhkan pada suatu negara. Terlepas dari legalitas sanksi AS-Uni Eropa terhadap Iran, hak transit yang sangat diperlukan untuk selat internasional tetap sebagai rezim khusus. Membiarkan penutupan sebuah selat internasional sebagai balasan, akan beresiko melemahnya hak “nonsuspendable” lintas transit dan akhirnya menurunkan kebebasan navigasi melalui rute perdagangan penting, yang dapat membahayakan perdamaian dan keamanan di seluruh dunia.[30]
Dari persoalan-persoalan di atas menimbulkan preseden yang buruk hingga kini ketika suatu Negara mengklaim akan menutup selat yang diperuntukan bagi pelayaran internasional. Maka dibutuhkan aturan yang jelas menyangkut peraturan internasional di laut. Perkembangan hukum lingkungan laut internasional tidak lepas dari teori tentang perlindungan lingkungan laut dalam kerangka hukum internasional, yang sebenarnya merupakan akumulasi dari The Principle of Nation Sovereignity and The Freedom of The High Sea. Umumnya, argumentasi yang dikemukakan disini adalah ;
a right on the part of a state threatened with environmental injury from sources beyond its territorial jurisdiction, at least where those sources are located on the high seas, to take reasonable action to prevent or abate that injury[31]
Rencana penutupan selat oleh Pemerintahan Republik Islam Iran pada dasarnya adalah dibenarkan menurut Konvensi Hukum Laut Pasal 19 ayat 1 – 5, seperti pada Pasal 1 Iran mendapat ancaman oleh Angkatan Laut Amerika melalui Kapal Induk Mereka USS Stennis yang berlayar menuju selat dan mengganggu latihan militer negaranya di selat,[32] Pasal 2 Kapal nelayan Iran di tembak oleh kapal Angkatan Laut AS, Rappahonnock hingga tenggelam jelas disini AS telah melakukan praktek penggunaan senjata mematikan di wilayah teritori Iran, Pasal 3, Iran telah di mata-matai oleh Amerika dan sekutunya guna mencari titik-titik vital kelemahan negaranya, Pasal 4 angkatan laut Amerika berulang kali melakukan latihan militer ataupun menggunakan kekuatan militernya di Selat.[33] dan terakhir pada Pasal 5 hal ini jelas dilakukan oleh Amerika di selat[34]. memberikan landasan hukum bagi suatu negara jika di desak dengan keadaan-keadaan yang sesuai dengan rumusan tersebut untuk melakukan upaya-upaya untuk menutup selat.
Pembatasan menyangkut Pasal 19 terdapat pada Pasal 43 KHL yang isinya berbunyi : “Negara pemakai dan Negara yang berbatasan dengan selat hendaknya bekerjasama melalui persetujuan untuk pengadaan dan pemeliharaan di selat sarana bantu navigasi dan keselamatan yang diperlukan atau pengembangan sarana bantu pelayaran internasional;dan untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran dari kapal.[35]
b.      Hak Negara-Negara yang berbatasan langsung dengan Selat Hormuz jika Iran melakukan blokade selat.
Terletak di antara Oman dan Iran, Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman dan Laut Arab. Hormuz adalah jalur perdagangan minyak terpenting di dunia, karena 15,5 juta barel minyak melewati selat ini. Di tahun 2009 hampir 33 persen minyak dunia atau 17 persen perdagangan minyak dunia mengalir melalui selat, didalam perdagangan melalui jalur laut sebagai penghubungnya. Rata-rata, 13 kapal tanker minyak mentah per hari berlalu menuju ke timur melalui Selat dengan jumlah yang sama dari kapal tanker kosong memasuki arah barat untuk mengambil kargo baru. Pada titik tersempit, Selat hanya selebar 21 mil, namun lebar jalur pelayaran di kedua arah hanya dua mil, dipisahkan oleh zona penyangga dua mil.
Pasal 43 KHL menyatakan bahwa, Negara pemakai dan Negara yang berbatasan dengan selat hendaknya bekerjasama melalui melalui persetujuan untuk pengadaan dan pemeliharaan di selat sarana bantu navigasi dan keselamatan yang diperlukan atau pengembangan sarana bantu pelayaran internasional, dan untuk pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran dari kapal.[36]
Dari rumusan pasal diatas menunjukkan untuk setiap Negara yang berbatasan dengan selat internasional berkewajiban membuat suatu kerjasama bilateral ataupun multilateral jika pemilik selat lebih dari dua Negara seperti halnya pada selat Malaka yang dimiliki oleh tiga Negara seperti Indonesia, Singapura dan Malaysia. Jika dalam kasus selat Hormuz adalah kewajiban bagi kedua Negara selat, Iran dan Oman untuk membuat suatu perjanjian bilateral dalam menjaga fungsi dari selat internasional dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Mengingat zona maritim yang bisa dikuasai oleh suatu negara beragam jenis dan lebarnya, maka kemungkinan tumpang tindih juga beragam. Jika dua negara berjarak kurang dari 24 mil laut misalnya maka yang tumpang tindih adalah laut teritorialnya. Jika jarak keduanya lebih dari 24 mil laut tetapi kurang dari 400 mil laut maka yang tumpang tindih adalah zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen.
Maka dari itu, delimitasi atau pembagian laut juga berbeda-beda. Ada delimitasi laut teritorial, delimitasi zona ekonomi eksklusif maupun landas kontinen. Dalam situasi tertentu, delimitasi bisa dilakukan untuk multi zona. UNCLOS mengatur masing-masing delimitasi ini dengan ketentuan berbeda. Dengan memahami proses delimitasi ini, bisa dimengerti bahwa suatu negara seperti Oman memang bisa menentukan sendiri garis pangkal yang melingkupi wilayahnya tetapi tidak bisa menentukan sendiri batas-batas kekuasaannya atas laut.
Diperlukan proses bilateral/multilateral. Karena posisinya, Iran memiliki 3 tetangga yang dengannya wajib menetapkan batas maritim. Proses ini bisa dengan negoisasi, mediasi, arbitrasi, atau menyerahkan kepada pengadilan internasional seperti International Court of Justice atau International Tribunal on the Law of the Sea.
Hak Negara Iran dalam hal penguasaan selat di derogasi atau dikurangi hanya sebatas pada wilayah teritorial negaranya saja, yakni sejauh zona laut teritorial dan zona tambahan sepanjang 24 mil laut, yakni pada celah tersempit selat antara semenanjung Musandam di Oman dan pulau Lark di Iran hanya berjarak 21 millaut berdampak tumpang tindihnya zona tambahan, maka seperti yang diutarakan diatas, proses delimitasi zona tambahan harus dilakukan antara kedua Negara, karena setiap Negara mempunyai hak kedaulatan sebagai ciri penting terbentuknya suatu Negara.
Jika Iran mengabaikan akan hal ini, secara tidak langsung Iran telah mengintervensi kedaulatan Negara tetangganya, Oman. Hukum internasional pada prinsip umumnya melarang turut campur urusan Negara lain, bahkan jika benar Iran menutup total selat ini, berarti Iran telah menginvasi Negara tetangganya, menurut pendapat Hyde[37] yang dijelaskan oleh Internasional Court of Justice pada tahun 1986 pada kasus Nicaragua vs United State of America campur tangan itu hampir selalu disertai dengan bentuk atau implikasi tindakan untuk menggangu kemerdekaan politik negara yang bersangkutan.
Tiap Negara mempunyai kedaulatan yang melekat padanya, karena kedaulatan merupakan sifat atau ciri hakiki dari suatu negara, bila dikatakan demikian Negara berdaulat, maka makna yang terkandung adalah, bahwa negara itu mempunyai sesuatu kekuasaan tertinggi dan secara de facto menguasai.
Ruang berlakunya kedaulatan ini terbatas oleh batas-batas wilayah negara tersebut, artinya suatu negara hanya mempunyai kekuatan tertinggi di dalam batasan wilayah negaranya saja. Adapun diluar wilayah negaranya, suatu negara tidak lagi memiliki kedaulatan demikian. Jadi, pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi, mengandung dua pembatasan penting dalam dirinya, yaitu : (1) kedaulatan itu terbatas pada wilayah negara yang mempunyai kedaulatan tersebut, dan (2) kedaulatan tersebut berakhir sampai mana pada batas wilayah suatu negara lain dimulai. Suatu negara tidak dapat melaksanakan yurisdiksi eksklusif ke luar wilayah negara tersebut, yang dapat mengganggu kedaulatan wilayah Negara lain. Suatu negara hanya dapat melaksanakan secara eksklusif dan penuh hanya di dalam wilayahnya saja.
Jadi bagi Negara selat selain Iran yang berada disekitar selat Hormuz memiliki hak tersebut selama wilayah itu menjadi bagian dari wilayah kedaulatannya menurut Konvensi Hukum Laut 1982.

G.    Simpulan dan Saran
1.      Simpulan
1.       Pengaturan mengenai selat-selat yang digunakan pelayaran internasional menurut hukum internasional diatur dalam Konvensi Hukum Laut Internasional atau UNCLOS 1982 pada Pasal 34-45. Berdasarkan pengaturan terdapat tiga rezim pada pengaturan selat yaitu hak lintas damai, hak lintas transit dan hak alur laut kepulauan. Rezim yang diterapkan pada selat Hormuz telah sesuai dengan hukum internasional yakni innocent passage (lintas damai) dan transit passage (lintas transit). Penutupan selat pernah dilakukan oleh beberapa negara di dunia sebelumnya, dan ancaman penutupan selat Hormuz oleh Iran diperbolehkan karena berdasarkan pada Pasal 19  ayat 2 huruf a sampai dengan e KHL menyatakan bahwa jika kapal asing yang melintas melakukan tindakan-tindakan yang mengancam kedaulatan negara pantai, lintas damai dapat ditangguhkan.
2.       Hak Iran untuk menutup selat Hormuz secara total melanggar hak kedaulatan Negara tetangga yakni seperti Oman. Konvensi Hukum Laut Internasional telah menjadi sumber hukum internasional dan memiliki kekuatan bagi negara yang meratifikasinya. Meskipun Negara Republik Islam Iran tidak turut serta dalam konvensi ini, namun ada kewajiban internsional untuk menghargai kedaulatan suatu negara terhadap wilayahnya.
2.       Saran
a.        Konvensi Hukum Laut Internasional dirasa belum cukup menanggulangi preseden-preseden buruk dimasa lalu menyangkut kasus penutupan selat internasional, sehingga kedepannya dipastikan akan selalu timbul persoalan-persoalan serupa jika hal ini tidak diatur secara jelas dan tegas dalam konvensi.
b.       Dua negara pemilik celah tersempit di Selat Hormuz sebaiknya melakukan kerjasama delimitasi perbatasan, sehingga kedepannya tidak ada arogansi salah satu pihak untuk menutup selat secara penuh.
DAFTAR PUSTAKA

Ariando. Melda Kamil, 2007, Hukum Internasional, Hukum  yang Hidup,  Diadit Media, Jakarta.
Buana. Mirza Satria, 2007, Hukum International teori dan praktek, Fakultas Hukum Press, Banjarmasin.
J.G. Starke, 2006, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh (1), Terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta.
Kusumaatmadja, Mochtar dan Etty R Agoes, 2003, Pengantar Hukum International, PT Alumni, Bandung.
Karl DeRouen, Jr. & Uk Heo, 2005, See Defense And Security: A Compendium Of National Armed Forces And Security Policies, nn.
SUMBER LAIN
http : / / www. dekin. dkp. go. id.  United nations convention on the law of the sea. (bahasa ingris dan Indonesia). Diunduh tanggal 24-4-2012.
Martin Wählisch, The Iran-U.S. Dispute, the Strait of Hormuz, and International Law, The Yale Journal Of International Law Online. Diakses tanggal 23-4-2012.
http : / / treaties. un. org / doc / Publication / MTDSG / Volume%20II / Chapter %20XXI / XXI-6.en.pdf. Diakses tanggal 23-11-2012.
U.N. Secretary General, Rep. by the Secretary-General, U.N. Doc. S/7906 (May 26,1967); Letter dated  27 Sept. 1955 from the Permanent Representative of Israel Addressed to the President of the Security Council, U.N. Doc. S/3442 (Sept. 28, 1955). Di akses tanggal 23-11-2012.
Charles Ingrao, Western Intervention in Bosnia: Operation Deliberate Force, in Naval Coalition Warfare, Ps 64, at 172. Di akses tanggal 23-11-2012.
http : / / www. un. org / depts. / los / LEGISLATION AND TREATIES / PDF FILES / TUR_1994_Regulations.pdf;  lihat juga Int’l Maritime Org., Ships’ Routeing, Res. A.827(19) adopted on 23 November 1995, Doc. A19/Res.827/Rev.1(Aug.1,1996), lihat disini http: / / www. imo. Org / blast / blast Data Helper. asp? data_id=23907 & filename=827-REV1(19).pdf. untuk lebih detil, lihat Ann Ellen Danseyar, Legal Status of the Gulf of Aqaba and the Strait of Tiran: From Customary International Law to the 1979 Egyptian-Israeli Peace Treaty, 5 B.C. INT'L & COMP. L. REV. 127 (1982,) Diakses tanggal 23-10-2012.
U.S. Dep’t Of State, Bureau Of Oceans And Int’l Envtl. And Sci. Affairs, Limits In The Seas: IRAN'S MARITIME CLAIMS 26 (1994), tersedia di http : / / www. state. Gov / documents / organization / 58228. pdf. Di akses tanggal 28-10-2012.
Mark J. Valencia, Legal Battle over Transiting the Strait of Hormuz, JAPAN TIMES (Jan.9, 2012), http : / / www. Japan times. co. Jp / text / eo 2012 01 09 a5. html. Diakses tanggal 28-10-2012.
Kim Young Koo, Transit Passage Regime Controversy Revisited: An Appraisal and Analysis on the Legal Ambiguities and Recent Trends, 37 KOREAN J. INT'L L. 79 (1992). Diakses tanggal 28-10-2012.
W. Michael Reisman, The Regime of Straits and National Security, 74 AM. J. INT’L L.48, 76 (1980). Diakses tanggal 28-10-2012.
TODAY’S ZAMAN, Iranian Boats Shadow US Aircraft Carrier in Gulf, (Feb. 15, 2012), http://www.todayszaman.com/news-271494-iranian-boats-shadow-us-aircraft-carrier-ingulf. html. Diakses tanggal 15-8-2012.
BBC NEWS, USS Abraham Lincoln in Strait of Hormuz Voyage, (Feb. 14, 2012), http : / / www. bbc. co. Uk / news / world – middle – east - 17027768. Diakses tanggal 15-8-2012.
Bahman Aghai Diba, Is Iran Legally Permitted To Close Strait of Hormuz to CountriesThat Impose Sanctions Against Iran’s Oil?, PAYVAND IRAN NEWS (Dec. 21, 2011), http : / / www. Pay vand. com / news / 11 / dec / 1216. html. Diakses tanggal 21-10-2012.
Maritime Zone Notifications, Law of the Sea Information Circular, U.N. Div. for Ocean Affairs and the Law of the Sea, New York, N.Y., May 1990, at 21. Diakses tanggal 23-04-2012.
Standard & Poor’s, Credit Faq: Closing The Strait Of Hormuz: The Risks For Corporate And Infrastructure Issuers 2 (Feb. 15, 2012), tersedia di http : / /  www. The gulf intelligence. Com / uploads / pdf / Hormutz get PDF do. pdf. Diakses tanggal 23-5-2012.
http : / / www. andriyarusman. Com / perang-teluk-iran-vs-amerika-sekutu-di-tahun-2012 / # Di akses tanggal 2-11-2012.




   [1] Mirza satria Buana, 2007, Hukum International teori dan praktek, Fakultas Hukum Press, Banjarmasin   hal. 87.
[2] J.G. Starke, 2006, Pengantar Hukum Internasional, Edisi Kesepuluh (1), Terjemahan oleh Bambang Iriana Djajaatmadja, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 210-248.
[4] Melda Kamil Ariando, 2007, Hukum Internasional, Hukum yang Hidup, Diadit Media Jakarta, hal. 57.
[5] Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum International, PT Alumni, Bandung, hal. 173-185.
[6] http://www.dekin.dkp.go.id.  United nations convention on the law of the sea.(bahasa ingris dan Indonesia). hal.5 di unduh tanggal 23-4-2012.
[7]Ibid. hal. 21.
[8] Karl DeRouen, Jr. & Uk Heo, 2005, See Defense And Security: A Compendium Of National Armed Forces And SecurityPolicies, nn, hal. 152.
[9] U.N. Secretary General, Rep. by the Secretary-General, U.N. Doc. S/7906 (May 26,1967); Letter dated  27 Sept. 1955 from the Permanent Representative of Israel Addressed to the President of the Security Council, U.N. Doc. S/3442 (Sept. 28, 1955). Di akses tanggal 23-11-2012
[10] Charles Ingrao, Western Intervention in Bosnia: Operation Deliberate Force, in Naval Coalition Warfare, Ps 64, at 172. Di akses tanggal 23-11-2012
[11] http : // www. un. org / depts. / los / LEGISLATION AND TREATIES / PDF FILES / TUR_1994_Regulations.pdf;  lihat juga Int’l Maritime Org., Ships’ Routeing, Res. A.827(19) adopted on 23 November 1995, Doc. A19/Res.827/Rev.1(Aug.1,1996), lihat disini http: / / www. imo. Org / blast / blastDataHelper.asp?data_id=23907&filename=827-REV1(19).pdf. untuk lebih detil, lihat Ann Ellen Danseyar, Legal Status of the Gulf of Aqaba and the Strait of Tiran: From Customary International Law to the 1979 Egyptian-Israeli Peace Treaty, 5 B.C. INT'L & COMP. L. REV. 127 (1982,) Diakses tanggal 23-10-2012.
[12] TEHRAN Times (Dec, 27, 2011), http : / / www. tehrantimes. Com / component / content / article / 93958; akses Talk of Closing Hormuz Strait is a thing of the past, TEHRAN TIMES ( Dec, 31, 201 1), http : / / www .tehrantimes .com / component / content / article / 94092, Diakses tanggal 19-09-2012
[13] US. Energy Info, country analist brief: World Oil Transit Chokepoint, ADMINN, http ; / / www.eia.gov /countries / regions-topic.cfm?fps= WOTC. diakses tanggal 22-10-2012
[14] http : / / treaties.un.org / doc / Publication / MTDSG / Volume%20II / Chapter%20XXI / XXI-6.en.pdf. Diakses tanggal 23-11-2012.
[15] Pasal 12, 39, 40 KHL.
[16] Pasal 44 KHL
[17] Pasal 42 KHL
[18] Pasal 44 KHL
[19] quid pro quo : hak yang diberikan oleh konvensi bagi negara yang mengakui dan meratifikasi konvensi tersebut
[20] U.S. Dep’t Of State, Bureau Of Oceans And Int’l Envtl. And Sci. Affairs, Limits In The Seas: Iran's Maritime Claims 26 (1994), tersedia di http : / / www. state. Gov / documents / organization / 58228. pdf. Di akses tanggal 28-10-2012.
[21] Mark J. Valencia, Legal Battle over Transiting the Strait of Hormuz, JAPAN TIMES (Jan.9, 2012), http://www.japantimes.co.jp/text/eo20120109a5.html. Diakses tanggal 28-10-2012.
[22] Kim Young Koo, Transit Passage Regime Controversy Revisited: An Appraisal and Analysis on the Legal Ambiguities and Recent Trends, 37 KOREAN J. INT'L L. 79 (1992). Diakses tanggal 28-10-2012.
[23] W. Michael Reisman, The Regime of Straits and National Security, 74 AM. J. INT’L L.48, 76 (1980). Diakses tanggal 28-10-2012.
[24] TODAY’S ZAMAN, Iranian Boats Shadow US Aircraft Carrier in Gulf, (Feb. 15, 2012), http://www.todayszaman.com/news-271494-iranian-boats-shadow-us-aircraft-carrier-ingulf. html. Diakses tanggal 15-8-2012.
[25] BBC NEWS, USS Abraham Lincoln in Strait of Hormuz Voyage, (Feb. 14, 2012), http : / / www. bbc. co. Uk / news / world – middle – east – 1 7 0 2 7 7 6 8. Diakses tanggal 15-8-2012.
[26] Bahman Aghai Diba, Is Iran Legally Permitted To Close Strait of Hormuz to CountriesThat Impose Sanctions Against Iran’s Oil?, PAYVAND IRAN NEWS (Dec. 21, 2011), http : / / www. Pay vand. com / news / 11 / dec / 1216. html. Diakses tanggal 21-10-2012.
[27] Maritime Zone Notifications, Law of the Sea Information Circular, U.N. Div. for Ocean Affairs and the Law of the Sea, New York, N.Y., May 1990, at 21. Diakses tanggal 23-04-2012.
[28] Pasal 19 KHL
[29] Pasal 44 & 45 KHL
[30] Standard & Poor’s, Credit Faq: Closing The Strait Of Hormuz: The Risks For Corporate And Infrastructure Issuers 2 (Feb. 15, 2012), available at http : / /  www. The gulf intelligence. Com / uploads / pdf / Hormutz get PDF do. pdf. Diakses tanggal 23-5-2012.
[31] Suhaidi, Perlindungan Lingkungan Laut : Upaya Pencegahan Lingkungan Laut dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia, (Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Hukum Internasional pada Fakultas Hukum USU, 1 April 2006), diperoleh dari http//www.USU.ac.id, hal. 2.
[32] http : / / www. andriyarusman. Com / perang-teluk-iran-vs-amerika-sekutu-di-tahun-2012 / # Di akses tanggal 2-11-2012.
[33] Ibid.
[34] Ibid.
[35] Article 43 UNCLOS 1982 : Navigational and safety Aids and Other Improvements and the Prevention, Reduction and Control of Pollution
User States and States bordering a strait should by agreement cooperation
(a) in the establishment and maintenance in a strait of necessary navigational and safety aids or other improvements in aid of international navigation; and
(b) for the prevention, reduction and control of pollution from ships. 
[36] Article 43 UNCLOS 1982 : Navigational and Safety Aids and Other Improvement and the Prevention, Reduction, and Control of Pollution.
User States and States Bordering a strait should by agreement cooperate
a)       In the establishment and maintenance in a strait of necessary navigational and safety aids or other improvements in aid of international navigation; and
b)       For the prevention, reduction and control of pollution from ship.
[37] J .G. Starke, Op. Cit, hal. 135.