v Pendahuluan
Wartawan sebagai tonggak penting dari sebuah
Pemberitaan dalam rangka hak publik mendapatkan informasi yang oleh
undang-undang telah dijamin dalan pasal 28 F UUD 45 hasil amandemen yang
berbunyi “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari,memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia “.
Maka dengan ini hak masyarakat untuk mendapatkan sebuah pemberitaan
telah menjadi suatu hak konstitusional yang dijamin olehnya,media berita baik
elektronik maupun cetak adalah sebagai bagian dari wadah publik dalam mencari
informasi tentang suatu berita,keberhasilan suatu Negara salah satunya adalah
mencerdaskan anak bangsanya, dan ketika media informasi ini tidak dijamin oleh
UU dikhawatirkan kedepannya seorang penguasa akan bertindak sewenang-wenang,
karena media pula diharapkan juga dapat menjembatani antara Penguasa dan Rakyatnya
dan media pula juga dapat berperan sebagai Partner Pemerintah ataupun Pengawas
Publik bagi setiap Kebijakan yang dikeluarkan.
Indonesia yang telah mengalami masa-masa sulit bagi sebuah pemberitaan
yang benar dan mengkritik terhadap Pemerintah dianggap Kejahatan seperti yang tertera dalam KUHP
pasal 207 dan 208 yang sering kita sebut pasal karet karena cakupan yang luas
dan rancu dalam batasan dan penafsirannya,pasal inilah yang sering digunakan
oleh Penguasa untuk menjerat para Oposisi atau siapapun yang ingin membenarkan
akan kebijakan yang salah oleh penguasa semata-mata karena rasa Cinta Tanah Air
dan Kepeduliannya terhadap Negara.
Seorang
wartawan pada hakekatnya adalah wakil publik dalam mencari informasi, suatu
penikmatan hak untuk tahu (right to know) yang dikenal, diakui, dan dijamin
tidak saja sebagai hak konstitusional (constitutional rights) dalam UUD, namun
pula sebagai hak asasi manusia (human rights) dalam berbagai deklarasi dan
perjanjian internasional hak-hak asasi manusia. Adalah kewajiban negara menurut
konstitusi dan hukum internasional untuk melindungi hak ini, perlindungan mana
diwujudkan dengan upaya legislasi maupun delegislasi yang ditujukan bagi
terpenuhinya hak ini. Dalam konteks hukum media, perlindungan tidak saja
diberikan pada jurnalis agar memiliki akses seluas-luasnya untuk mencari
informasi, namun pula perlindungan terhadap aktifitasnya dalam rangka mencari
informasi itu. Tewasnya seorang wartawan dalam melaksanakan tugas mencari
informasi oleh karenanya memiliki dimensi publik: terampasnya hak masyarakat
untuk tahu.
Pasal
8 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers menyatakan bahwa dalam menjalankan
tugasnya, wartawan mendapat perlindungan hukum. Penjelasan pasal tersebut
menyatakan bahwa perlindungan hukum dimaksud adalah jaminan pemerintah dan atau
masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan
peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Namun
demikian, pasal tersebut tidaklah fungsional, dan hanya berfungsi dekoratif
belaka. Dikatakan demikian, karena bahkan UU Pers sekalipun tak memberikan
perlindungan hukum yang adekwat
kepada profesi wartawan.
Lebih
spesifik jika dikaitkan dengan wartawan yang bertugas di area konflik maupun
bencana, tidak ada satu pasalpun dalam UU Pers yang mewajibkan perusahaan
pers untuk memberikan peralatan standar keselamatan, asuransi, maupun skill
bagi wartawan yang ditugaskan untuk melakukan liputan dalam area
konflik/bencana. Kalaupun ada standar perlindungan wartawan seperti itu, maka
ketentuan ini hanya tertuang dalam Peraturan Dewan Pers No.
5/Peraturan-DP/IV/2008 yang sekalipun cukup apik dalam merinci hal-hal terkait
perlindungan wartawan, namun tak lebih dari dokumen etik yang tak
memiliki kekuatan hukum mengikat yang dapat dipaksakan.
Intermezo diatas Sebagai contoh awal menyangkut persoalan
perlindungan pers dalam bekerja, jangankan pada kasus matinya wartawan dalam
peliputan didaerah konflik, contoh kecil yang menjadi pembahasan kelompok kami
adalah menyangkut kasus Pemukulan oleh oknum Tentara yang menjabat sebagai Dandim
Karanganyar terhadap wartawan Triyono, wartawan Solo Pos (Liputan 6.com).
v Rumusan Masalah
1.
Sejauh mana letak kebebasan Pers
2.
Sejauh mana UU melindungi Profesi
Wartawan
3.
Jika dalam suatu pemberitaan terdapat
pihak yang merasa dirugikan,bagaimana proses penyelesaiannya.
v Pembahasan
UU
40 tahun 1999 tentang Pers memberikan dasar bergeraknya Insan Pers secara
keseluruhan dalam hal melaksanaan tugasnya sebagai Pencari dan Penyampai
Berita, menyangkut jalannya profesi ini diperlukan suatu perlindungan oleh
Konstitusi terhadap Wartawan, maka Dewan Pers sebagai lembaga resmi pemerintah
dan yang menaungi seluruh insan pers mengeluarkan peraturan yakni : PERATURAN
DEWAN PERS Nomor: 5/Peraturan-DP/IV/2008 Tentang STANDAR PERLINDUNGAN PROFESI
WARTAWAN, peraturan ini meRigitkan
atau mengbreakdown menyangkut standar
perlindungan seorang wartawan ketika bertugas, adapun isi dari peraturan ini
adalah :
KEMERDEKAAN
menyatakan pikiran dan pendapat merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat
dihilangkan dan harus dihormati. Rakyat Indonesia telah memilih dan
berketetapan hati melindungi kemerdekaan menyatakan pikiran dan pendapat itu
dalam Undang-Undang Dasar 1945. Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud
kedaulatan rakyat dan bagian penting dari kemerdekaan menyatakan pikiran dan
pendapat.
Wartawan
adalah pilar utama kemerdekaan pers. Oleh karena itu dalam menjalankan tugas
profesinya wartawan mutlak mendapat perlindungan hukum dari negara, masyarakat,
dan perusahaan pers. Untuk itu Standar Perlindungan Profesi Wartawan ini
dibuat:
Ø Perlindungan
yang diatur dalam standar ini adalah perlindungan hukum untuk wartawan yang
menaati kode etik jurnalistik dalam melaksanakan tugas jurnalistiknya memenuhi
hak masyarakat memperoleh informasi;
Ø Dalam
melaksanakan tugas jurnalistik, wartawan memperoleh perlindungan hukum dari
negara, masyarakat, dan perusahaan pers. Tugas jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui
media massa;
Ø Dalam
menjalankan tugas jurnalistik, wartawan dilindungi dari tindak kekerasan,
pengambilan, penyitaan dan atau perampasan alat-alat kerja, serta tidak boleh
dihambat atau diintimidasi oleh pihak manapun;
Ø Karya
jurnalistik wartawan dilindungi dari segala bentuk penyensoran;
Ø Wartawan
yang ditugaskan khusus di wilayah berbahaya dan atau konflik wajib dilengkapi
surat penugasan, peralatan keselamatan yang memenuhi syarat, asuransi, serta
pengetahuan, keterampilan dari perusahaan pers yang berkaitan dengan kepentingan
penugasannya;
Ø Dalam
penugasan jurnalistik di wilayah konflik bersenjata, wartawan yang telah
menunjukkan identitas sebagai wartawan dan tidak menggunakan identitas pihak
yang bertikai, wajib diperlakukan sebagai pihak yang netral dan diberikan
perlindungan hukum sehingga dilarang diintimidasi, disandera, disiksa,
dianiaya, apalagi dibunuh;
Ø Dalam
perkara yang menyangkut karya jurnalistik, perusahaan pers diwakili oleh
penanggungjawabnya;
Ø Dalam
kesaksian perkara yang menyangkut karya jurnalistik, penanggungjawabnya hanya
dapat ditanya mengenai berita yang telah dipublikasikan. Wartawan dapat
menggunakan hak tolak untuk melindungi sumber informasi;
Ø Pemilik
atau manajemen perusahaan pers dilarang memaksa wartawan untuk membuat berita
yang melanggar Kode Etik Jurnalistik dan atau hukum yang berlaku.
Cat: (Standar ini disetujui dan ditandatangani
oleh sejumlah organisasi pers, pimpinan perusahaan pers, tokoh pers, lembaga
terkait, serta Dewan Pers di Jakarta, 25 April 2008. Sebelum disahkan, draft
Standar Perlindungan Profesi Wartawan telah dibahas melalui serangkaian diskusi
yang digelar Dewan Pers. Pembuatan Standar ini merupakan pelaksanaan fungsi
Dewan Pers menurut Pasal 15 ayat (f) UU No.40/1999 tentang Pers yaitu ("memfasilitasi
organisasi-organisasi pers dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers
dan meningkatkan kualitas profesi wartawan").
Batasan
Kebebasan Pers dalam UU 40 tahun 1999 juga memberikan aturan bahwa rumusan
batasan kebebasan ini menurut pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu
wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan,
dan supremasi hukum.
dengan
rumusan ini memberikan gambaran umum bahwa kebebasan pers ini tidak diberikan
secara mutlak terhadap insan pers karena sekali lagi menurut teori Lord Acton
yakni Power Pretend to Corrupt, but
Absolutly Power Corrupt Absolutly, maka dari itu dibuatnya kode etik yang
mengatur mengenai pembatasan terhadap segala pemberitaannya.
Menyangkut
pemberitaan oleh media pers dan ketika ada pihak yang merasa dirugikan oleh UU
juga mengakomodir hal ini seperti pada pasal 1 angka 11-13 yakni rumusannya
adalah :
11.
Hak Jawab adalah seseorang atau
sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan
berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
12.
Hak Koreksi adalah hak setiap orang
untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh
pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
13.
Kewajiban Koreksi adalah keharusan
melakukan koreksi atau ralat terhadap suatu informasi, data, fakta, opini, atau
gambar yang tidak benar yang telah diberitakan oleh pers yang bersangkutan.
Ini yang menjadi
kontrol masyarakat terhadap segala pemberitaan yang dirasa merugika
mereka.namun bagi para wartawan oleh UU tidak memberikan batasan limitative
yang tegas terhadap bentuk pemberitaan yang dilarang oleh UU 40 tahun 1999,
namun pada pasal 5 pada ayat 1 hanya memberikan batasan umum menyangkut batas
pemberitaan oleh media pers yakni seperti :
Pasal 5
a.
Pers nasional berkewajiban memberitakan
peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan
masyarakat serta asas praduga tak bersalah.
Dengan
batasan norma ini hanya memberikan batasan yang didasari hanya pada bentuk
perasaan hati seseorang atau sebagian besar orang menyangkut layak atau tidak
layaknya suatu pemberitaan sehingga hanya bersifat sejauh mana pemberitaan itu
layak atau tidak dan biasanya kasus-kasus sering terjadi pada
pemberitaan-pemberitaan Infotainment atau biasa disebut tayangan informasi yang
memberikan secara utuh kehidupan pribadi seseorang yang di Idolakan atau
terkenal dimasyarakat yang kadang memberitakan hal-hal yang tidak benar
(gossip).
v Pokok
pembahasan Artikel kasus Griya Lawu Asri
Liputan6.com, Karanganyar: Setelah kasus pemukulan terhadap wartawan yang dilakukan
olehnya muncul ke permukaan, Letnan Kolonel (inf) Lilik Sutikna akhirnya harus
rela menanggalkan jabatan sebagai pemegang komando tertinggi di Kodim 0727
Karanganyar, Jawa Tengah. Akibat tindakan pemukulan yang dilakukannya terhadap
Triyono, wartawan Solo Pos, dirinya diberhentikan dari jabatannya
sebagai komandan.
Pencopotan Lilik Sutikna disampaikan
langsung Komandan Resor Militer 074/Warastratama Kolonel (inf) Abdul Rahman
kepada wartawan, Rabu (8/9) petang. Dia menjelaskan bahwa pencopotan tersebut
berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan Panglima Daerah Militer IV
Diponegoro yang memerintahkan pemberhentian Lilik dari posnya.
Surat perintah tersebut adalah
respons dari kodam terhadap hasil pemeriksaan sementara yang telah dilakukan
pihaknya, di mana seperti diakui oleh Lilik pemukulan ini memang terjadi.
Pencopotan Lilik Sutikna dari jabatan dandim juga dimaksudkan untuk mempermudah
proses hukum yang harus dijalani di Polisi Militer TNI Angkatan Darat. Selanjutnya,
kepala staf kodim atau kasdim akan ditunjuk untuk mengisi kekosongan kepemimpin
di Kodim 0727/Karanganyar.
Kasus penganiayaan terhadap Triyono
bermula dari pemberitaan terkait persidangan kasus korupsi proyek perumahan
Griya Lawu Asri atau GLA yang merugikan negara hingga Rp 21,8 miliar. Dalam
kasus yang melibatkan suami Bupati Karanganyar sebagai tersangka itu,
disebutkan aliran dana korupsi proyek GLA juga diterima sejumlah partai politik
dan institusi di wilayah tersebut, termasuk di antaranya Kodim Karanganyar
[baca: Puluhan Jurnalis Protes Pemukulan Wartawan Solo Pos].
Data ini ditulis Triyono berdasarkan
keterangan seorang saksi di Pengadilan Negeri Karanganyar. Namun karena
mendapat informasi bahwa data tersebut tidak muncul di persidangan, dandim pun
memanggil Triyono dan terjadilah pemukulan itu hingga korban mengalami memar
dan pendarahan pada mata kirinya.(CHR/ANS)
v Pandangan
Umum
Berawal
dari pemberitaan yang diliput saudara Triyono seorang wartawan Solo Pos yang materi
pemberitaannya menyangkut kasus korupsi proyek perumahan Griya Lawu Asri telah
merugikan Negara hingga Rp 21,8 Miliar, dan kasus ini melibatkan suami Bupati
Karanganyar yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka, pada artikel tersebut
Triyono menuliskan sejumlah aliran dana yang mengalir ditengarai kepada
beberapa Parpol dan Institusi di wilayah tersebut, termasuk di antaranya Kodim
Karanganyar.
Dan
Dandim Karanganyar merasa keberatan dengan hasil tulisan Triyono yang dimuat di
harian Solo Pos, lalu dandim memanggil Triyono kekantornya, disanalah kejadian
pemukulan itu terjadi,Triyono mendapat pukulan dimata sebelah kirinya, dan
ketika beliau keluar dari kantor dan teman-temanya mendapati rekannya itu
mendapat luka memar di mata yang didapati setelah Triyono menemui oknum kepala
dandim ini, kontan rekan se-profesinya menyarankan untuk melakukan visum di
rumah sakit dan melaporkannya ke kantor Polisi.
Dengan
adanya kejadian ini sebagai contoh kecil dari lemahnya posisi wrtawan disini,
namun dengan tindakan yang dilakukan Panglima Daerah IV Diphonegoro yang
mencabut Jabatan Oknum Dandim yang melakukan pemukulan adalah tindakan yang
patut di apresiasi sebagai bentuk tanggung jawab si Pelaku, karena kejadian ini
harus bisa segera diberikan sanksi baik sanksi administrasi (Pencopotan
Jabatan) maupun Pidana (Penjara) karena jika tidak diberikan hukuman bagi oknum
ini, dapat menjadi preseden buruk bagi kasus-kasus yang mungkin akan terjadi
dikemudian hari terutama pada kasus yang diberitakan menyangkut dari tugas pers
dimasyarakat sebagai sarana Kontrol Sosial dimasyarakat, jika tidak adanya
kebebasan Pers maka proses pengawasan masyarakat terhadap segala bentuk
penyimpangan yang terjadi dalam pemerintahan tidak akan ditindaklanjuti atau
bahkan penyelewengan-penyelewengan seperti ini akan terus terjadi dan kerugian
Negara semakin besar dan berujung pada kegagalan Negara dalam membangun
Demokrasi yang sehat dan mensejahterakan rakyatnya.
Dalam
era Demokrasi siapa saja dapat berperan aktif dalam melakukan pengawasan
terhadap pemerintah, karena Demokrasi identik dengan keterbukaan informasi
terutama terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah baik yang dalam masa perumusan,
pelaksanaan maupun pertanggung jawaban. Karena rakyat berhak tahu itu semua
setelah kepercayaan publik terhadap pemerintah dengan jalan Pembayaran Pajak,
jadi secara tidak langsung rakyat menginvestasikan uang mereka kepada
pemerintah demi kesejahteraan mereka, dengan posisi rakyat seperti inilah maka
media pers bertugas memberitakan setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
terutama terhadap kasus-kasus penyimpangan seperti pada kasus GLA (Griya Lawu
Asri) yang telah merugikan Negara 21,8 miliar rupiah yang notabene adalah uang
rakyat melalui Pajak.
Pers
yang dalam pengertiannya adalah sebagai Lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam
bentuk tulisan, suara, gambar, serta data grafik maupun dalam bentuk lainnya
dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang
tersedia (pasal 1 angka 1 UU 40 tahun
1999 tantang pers).
Dan
dengan pengertian pers ini mempunyai fungsi sebagai :
- Media Informasi
- Media Pendidikan
- Media Hiburan
- Kontrol Sosial (Kontrol Masyaraka)
Dari
fungsi pertama sebagai Media Informasi secara harfiah telah menegaskan bahwa
fungsi pers itu sendiri sebagai sarana untuk memberikan informasi bagi
kepentingan publik, lalu fungsi keduanya adalah sarana pendidikan bagi
masyarakat karena salah satu ciri pers yang sehat adalah dalam materinya
memberikan dampak positif bagi yang membacanya karena disitu termuat materi
pembelajaran bagi yang membacanya, fungsi ketiga sebagai sarana hiburan
masyarakat juga memberikan rasa nyaman atau meringankan ketegangan bagi yang
membaca tulisan dari seorang wartawan atau menonton dari sebuah tayangan karena
isi dari materinya yang ringan dan menghibur, yang sarana terakhir adalah
sebagai fungsi kontrol social terhadap pemerintah sehingga rakyat memahami dan
mengerti apa yang sedang dikerjakan oeh pemerintah sehingga bentuk
penyelewengan dapat sedikit dihindari karena disini segala sesuatu tentang
kebijakan yang sedang atau yang telah dikerjakan pemerintah menjadi lebih
terukur dan jelas pertanggungjawabannya.
Dari
keempat fungsi ini menunjukkan betapa pentingnya peran dan fungsi Media Pers
bagi kehidupan di era Demokrasi, dimana kebijakan pemerintah tidak bisa
semaunya lagi begitu pula dengan pertanggungjawabannya yang langsung terhadap
public karena dana yang digunakan sejatinya adalah milik publik.
v Kesimpulan
Menyoal permasalahan
yang terjadi pada kasus Griya Lawu Asri (GLA) ini semestinya jika oknum Dandim
yang merasa dirugikan nama baiknya, terlebih dahulu menggunakan Hak Jawab yang
diberikan oleh konstitusi yakni UU 40 tahun 1999 pasal 1 angka 11 dan pasal 5
ayat 2 menyangkut hak jawab bagi siapa saja yang merasa dirugikan oleh
pemberitaan yang dilakukan pers karena dalam pasal 5 ayat 2nya UU ini
mewajibkan bagi pers untuk melayani hak jawab ini.
Begitu juga bagi siapa
saja yang merasa dirugikan nama seseorang atau perusahaan atau siapa saja yang
itu bukan dirinya namun dapat merusak atau merugikan dirinya dapat pula
mengajukan Hak Koreksi terhadap pemberitaan yang dilakukan media pers seperti
halnya hak jawab tadi.
Dengan diperkarakannya
oknum Dandim ini ke Pengadilan Militer adalah langkah baik yang memang harus
dilakukan oleh Panglima Daerah Militer IV Diponegoro, karena ini menunjukkan
adalah perkembangan didalam tubuh Militer Indonesia yang lebih Civilize disbanding sebelum masa
reformasi dimana pelanggaran HAM adalah perbuatan yang jamak dilakukan oleh
kalangan Militer pada saat itu dikuasai oleh rezim “setengah” disetiap Pimpinan
Jajaran Militer.
Bagi setiap Negara yang
beradab Reformasi adalah sesuatu hal yang mutlak yang mestinya harus dilakukan,
dimana penindasan, pemaksaan dan segala bentuk pelanggaran HAM sudah tidak bisa
ditolerir lagi bagi sebuah Negara beradab.sebuah Bangsa yang Besar adalah
bangsa yang menghargai Hak Dasar Warga Negaranya.
Kebebasan pers yang
sehat adalah salah satu bagian penting bagi terwujudnya Negara yang beradab,
dengan dasar rasa saling membangun Negara menjadi lebih baik lagi dikemudian
hari, moga dengan terjadi kasus pemukulan terhadap wartawan ini adalah kejadian
terakhir terhadap praktek-praktek yang berusaha mengbungkam suatu kebebasan
warga Negara untuk mendapatkan informasi sesuai dengan pasal 28 ayat f yang
telah diamanatkan UU, dan bagi pelaku dapat dikenakan pasal berlapis seperti
pasal penganiayaan dan pasal 18 UU 40 tahun 1999 menyangkut ketentuan pidana,
karena dianggap oknum Dandim ini dengan sengaja menghambat atau menghalangi
kebebasan pers dapat dikenai hukuman penjara minimal 2 tahun dan denda maksimal
sebesar Rp 500.000.000
No comments:
Post a Comment
Silahkan komentar disini, diharapkan gak pake nama samaran cuy..., biar qt akrab gitu...