Sahabat Pembaca

Sunday, September 16, 2012

Akhirnya Dia percaya akan MIMPI



D
Ream’s is not like dreaming, bukan pula menjadikan kita Pemimpi belaka, kita bukan hanya berdiam diri dan berkhayal atau berfantasi ria semata, dalam mimpi ada visi dalam mimpi ada misi, manusia tanpa mimpi adalah manusia yang hidup akan tetapi hanya ingin menjalani kehidupan tanpa ada keinginan akan perubahan keadaan yang ingin dia capai.
Manusia tanpa mimpi adalah manusia pada umumnya, dan lagi-lagi dia pula yang paling banyak mengisi jumlah penduduk di dunia, manusia tanpa mimpi cenderung adalah manusia yang memiliki sifat ke-egois-annya yang tinggi, tak ubahnya anak kecil pada masanya, saya sangat terisnpirasi akan keberhasilan kakak perempuan saya sendiri, semenjak SMA beliau sangat berkeinginan merasakan bepergian keluar negeri, bahkan ketika lulus SMA beliau meminta ke orang tua kami untuk dibuatkan passport, dengan kondisi ekonomi keluarga yang sederhana, pikiran kedua orang tua kami dan saya pada waktu itu juga tidak membayangkan akan bisa pergi ke luar negeri, tapi apa dinyana kurang dari 10 tahun kakak perempuan saya bahkan bisa diterima bekerja di luar negeri, walau sekarang beliau sudah menjadi ibu rumah tangga, dengan niat mulia beliau yang ingin menyekolahkan adik-adiknya hingga tamat kuliah, beliau tetap bisa bekerja dan membantu ekonomi keluarga, bahkan Allah menganugerahkan seorang suami yang akan menjadi pendamping beliau seumur hidup seorang laki-laki yang tidak hanya rupawan namun juga baik hati dan bertanggungjawab, semakin percaya akan kalimat-kalimatullah yang telah Allah janjikan, ketika bahwasanya “kebaikan yang kita lakukan, sesungguhnya adalah untuk kita sendiri, dan keburukan yang kita lakukan adalah untuk kita sendiri”.
Seseorang tanpa Mimpi akan menerima atau “pasrah” akan keadaan yang mereka alami, hal ini menjadi pengalaman saya sendiri ketika saya sendiri memprotes keadaan Toilet bagi para Supir Ekspedisi yang mengantarkan air minum kemasan galon, dimana perusahaan tempat dimana para sopir-sopir ini bekerja bertahun-tahun adalah sebuah perusahaan asing yang sudah mendunia, ketika itu saya ikut teman satu kuliah yang kebetulan dia bekerja sebagai supir truk tronton ekspedisi, hampir seminggu saya mengikutinya, selama itu saya sering diajak masuk ke pabrik, dimana truk-truk besar mengisi muatan, selama seminggu saya menjalani kehidupan supir ekspedisi Wonosobo-Cilacap nonstop, kami Mandi di Pom Bensin, Tidur & istirahat di tempat muat atau mungkin dalam truk sekalipun, kami turun dari truk hanya pada saat muat atau bongkar dan mampir di warung untuk makan, kebetulan pada waktu itu di pabrik akan dilakukan inspeksi oleh perusahaan, karena ada yang melaporkan saya kalau bukan termasuk pegawai pabrik maupun kernet (helper), saya tidak di ijinkan untuk masuk ke areal pabrik, praktis saya diturunkan di tempat antrian truk muat, saya turun, namun “rutinitas” pagi saya memanggil, sehingga saya ingin pergi ke toilet, teman saya yang supir menunjukkan arah dimana letak toilet sopir berada, ya sejurus kemudian memang ada disana bangunan kecil kumuh tanpa cat berada, disana juga ada yang sedang mengantri menggunakan toilet tersebut, saya lihat dari kejauhan sudah mengira toilet itu pasti sangat kotor dari bentuknya yang amat sederhana,
Sesampainya dimuka toilet, saya melihat ada seseorang bapak yang supir juga sedang mandi dengan berjongkok disana, bapak itu menyuruh saya masuk saja, maklum karena saya tidak biasa berbagi toilet dengan orang yang belum dikenal bahkan dengan keluarga saya sekalipun, jadi saya menunggu di muka toilet saja, ketika bapak itu selesai saya masuk kedalam, sontak saya kaget, kamar mandi pom bensin jauh lebih bagus dibanding kamar mandi pabrik air minum kemasan terkemuka ini, didalamnya tidak ada jamban, tidak ada kran atau perlengkapan mandi yang memadai. Bahkan dekat tempat bapak tadi mandi ada kotoran manusia disana, hanya ada aliran air bersih yang melewati melalui kali kecil yang dibuat. Dalam hati saya bilang ini mah kamar mandi hewan, sangat tidak manusiawi, hilang semua keinginan saya ingin buang hajat, saya kembali ke truk kami, tapi tidak lama kemudian datang satpam pabrik menghampiri truk kami, dia menyuruh saya untuk tidak di dalam truk, dan berhubung saya tidak mengenakan seragam, saya disuruh teman saya menunggu di warung depan pabrik.
Sesampainya di warung itu, obrolan-obrolan khas supir-supir dimulai, dengan lauk yang sederhana, akan tetapi kehangatan disana amat terasa, mungkin karena adanya persamaan nasib diantara sesamanya, mulanya saya hanya menjadi pengamat dan pendengar bagi mereka, lama-kelamaan ada rasa penasaran yang ingin saya tanyakan tentang kondisi kamar mandi yang disediakan pabrik untuk mereka. Mungkin sudah Allah tentukan jalannya, ketika keinginan saya ingin menanyakan akan hal itu, datang seseorang yang mengajak ngobrol para sopir disitu, dan kelihatannya pembicaraan mereka langsung berubah dan terlihat mereka menaruh hormat pada laki-laki tersebut, ternyata tanpa disadari laki-laki paruh baya itu memilih tempat duduk yang ada di dekat saya, tapi ada hal yang aneh, para sopir itu tak lama berselang mereka membubarkan diri satu persatu, hanya tinggal diwarung tersebut saya, bapak paruh baya itu dan satu satpam dengan petugas cleaning services, entah sapa yang memulai lebih dahulu, saya menanyakan kondisi kamar mandi yang disediakan oleh pabrik bagi para sopir tadi, saya jelaskan panjang lebar dengan bahasa yang sangat sederhana tanpa ada emosi, lalu pada akhirnya saya menanyakan ke mereka, “kenapa ya, Perusahaan besar seperti ini, tidak cukup uang untuk menyediakan kamar mandi yang layak bagi para pegawainya, meskipun dalam konteks hukum ketenaga kerjaan, para sopir ekspedisi bukan bagian dari pegawai perusahaan ini melainkan rekanan perusahaan yang menyediakan jasa pengantaran.” Dan seolah-olah mereka yang tersisa diwarung itu seperti membela keadaan pabrik yang seperti itu dan entah mengapa lalu mereka membawa nama-nama pejabat TNI maupun Polri yang pernah bekerja lalu keluar hingga mereka berhasil menjabat di kedua instansi pemerintah tersebut (meski masih pada tingkat Kodim dan Polsek).
Singkat cerita truk sudah di muat tepat jam 12 malam, kami harus mengantarkan galon-galon air ini ke gudang di Cilacap pukul 5 pagi atau kami akan mendapatkan antrian bongkar dibelakang. Dalam perjalanan teman saya bercerita kalau yang baru saja saya ajak bicara adalah kepala pabrik perusahaan, saya cuma tertawa kecil karena saya sama sekali tidak menyadarinya, teman saya pada waktu itu intinya kesal sehingga keesokan harinya, saya tidak diijinkan lagi ikut dengannya, pada waktu itu mungkin dia takut akan kehilangan pekerjaannya, tapi entah mengapa seminggu atau kurang dari seminggu kemudian saya diberitahu oleh teman saya ini kalau pembicaraan saya dengan kepala pabrik membuat dia memanggil tukang pada hari itu juga untuk  segera memperbaiki kamar mandi sopir-sopir ekspedisi, mendengarnya saya senang sekali, keadaan bertahun-tahun seperti itu akhirnya berubah, dan kata teman saya ini, sekarang kamar mandi itu jauh sangat bagus dan bersih, bahkan tempat sholat dan kamar mandi pegawai pabrik juga dibersihkan dan diperbaiki.
Tapi ada satu pelajaran yang saya ambil dari sana, mungkin sopir-sopir truk ekspedisi itu tidak memiliki impian seperti halnya anak-anak mereka, yang mereka tahu adalah bekerja siang dan malam selama 5 hari dalam sepekan dan pulang kerumah membawa uang untuk diberikan kepada keluarganya, dengan kondisi tempat kerja yang seperti itu, tidak sama sekali dipikirkan. Pendidikan tinggi seseorang seharusnya membuat orang tersebut memiliki Impian yang tinggi pula, karena mereka ingin merubah keadaam hidup baik dirinya maupun orang-orang disekelilingnya.
Jadi percayalah akan mimpi karena mimpi sama sekali berbeda dengan khayalan, mimpi adalah makanan untuk jiwa yang bekerja dan berkreasi.
Arizma Bayu Suwito
Anak dari bapak dan ibunya  

No comments:

Post a Comment

Silahkan komentar disini, diharapkan gak pake nama samaran cuy..., biar qt akrab gitu...